“Ini bukan rumah si Pitung, tapi ini adalah rumahnya Haji Safiudin.” Ujarnya mengawali cerita. “Haji Safiudin itu juragan sero, alat penangkap ikan. Haji Safiudin berasal dari Makassar, itu sebabnya rumah ini lebih banyak gaya Makassarnya” lebih lanjut dia menjelaskan. Pria separuh baya itu bernama Muhammad Isa. Dia adalah pemandu kami saat kami berkunjung ke `Rumah Si Pitung` di Marunda, Jakarta Utara. Melalui gaya bicaranya yang khas dan sulit dihentikan, dia menjelaskan kepada kami secara urut sejarah bangunan rumah panggung yang terbuat dari kayu tersebut.
“Dinamakan rumah Si Pitung karena dulu Si Pitung sering berkunjung kesini. Bangunan ini adalah Bangunan Cagar Budaya yang pada tahun 1972 diambil alih pengelolaannya oleh Pemda DKI Jakarta.” Jelas Isa kemudian.
Kisah Si Pitung pastinya sudah sering kita dengar, bahkan kisah si Pitung pernah difilmkan pada tahun 1970 dengan bintang utamanya adalah Dicky Zulkarnean yang berperan sebagai si Pitung. Pitung dikenal sebagai perampok yang kemudian justru menjadi jagoan dan kebanggaan bagi rakyat Betawi. Dia lahir pada tahun 1866 di Tangerang. Pitung dilahirkan dari seorang Ibu yang berasal dari Rawa Belong, sedangkan Ayahnya berasal dari kampung Cikoneng, Tangerang.
Melalui tulisannya di Majalah Tani pada tahun 2009 yang terpampang di dinding Rumah Si Pitung, Ridwan Saidi, seorang budayawan Betawi mengisahkan bahwa awal mula si Pitung menjadi perampok adalah saat dia berusia sekitar 14 tahun. Kala itu si Pitung dirampok sekembalinya dia dari pasar Kebayoran setelah menjual kambing milik kakeknya. Karena ketakutan pulang tidak membawa uang hasil penjualan, si Pitung akhirnya mengembara dan menyimpan dendam kesumat terhadap kekerasan. Dalam tulisan di Majalah Tani tersebut, Ridwan Saidi juga menceritakan bahwa si Pitung bisa menjadi idola dikalangan masyarakat adalah karena si Pitung tidak pernah melakukan kejahatan atau perampokan kepada rakyat jelata. Hampir seluruh korban rampokan si Pitung adalah orang kaya dan hasil rampokan dia pergunakan untuk perjuangan serta kebaikan rakyat.
Pitung tewas dalam usia yang masih sangat muda, 28 tahun. Dia menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit militer setelah sebelumnya dihujani peluru dalam sebuah penyergapan yang dilakukan oleh polisi Belanda di Pondok Kopi. Rumah Si Pitung dan kawasan Marunda merupakan satu dari 12 Destinasi Wisata Pesisir Jakarta Utara, destinasi wisata lainnya adalah Pelabuhan Sunda Kelapa, Masjid Jakarta Islamic Center, Gereja Tugu, Kampung Luar Batang, Pusat Perbelanjaan Mangga Dua, Taman Impian Jaya Ancol, Yacht Club Bahtera Jaya Ancol, Stasiun Tanjung Priok, Pusat Perbelanjaan Kelapa Gading, Pusat Perikanan Muara Angke dan Taman Margasatwa Muara Angke.
Rumah Si Pitung terbagi menjadi beberapa ruangan, yaitu teras depan atau balkon yang kemungkinan berfungsi juga sebagai ruang tamu, ruang tamu dalam dimana terdapat sebuah lukisan `Pengantin Betawi` tergantung pada dinding. Setelah melalui ruang tamu dalam, kita dapat berjalan ke tengah rumah dan akan menjumpai kamar tidur yang sayangnya tidak bisa dimasuki. Ruangan setelah kamar tidur adalah ruang makan keluarga yang di lengkapi dengan bangku dipan rotan dan penataan meja kursi makan serta beberapa kendi tanah liat untuk air minum di atas meja.
Satu bagian dengan ruang makan, di sebelah ruang makan adalah ruang keluarga yang ditunjukkan dengan adanya alat permainan congklak di atas tikar dan lemari tua berisi alat tabuh rebana. Lalu ruangan terakhir rumah si Pitung ini adalah teras belakang dan ruang dapur yang dilengkapi dengan koleksi alat memasak tradisional. Sebetulnya tidak terlalu sulit untuk menuju Rumah Si Pitung, namun jaraknya memang cukup jauh dari pusat kota. Saat aku mengunjungi Rumah Si Pitung bersama teman-teman Backpacker Jakarta tanggal 4 Juni yang lalu, kami mengawali perjalanan dari Halte TransJakarta Terminal Tanjung Priok. Dari sini kita bisa menggunakan bus TransJakarta jurusan Rusun Marunda. Namun bus yang dimaksud bukanlah bus besar, melainkan mini bus seukuran kopaja atau metromini dan jumlahnya sangat terbatas. Sampaikan kepada sopir atau kondektur bahwa kita akan turun di Rumah Si Pitung, maka beberapa ratus meter menjelang halte terakhir di Rusun Marunda, kita akan diturunkan di sebuah jalan dengan gerbang bertuliskan RUMAH SI PITUNG 12 JALUR DESTINASI WISATA PESISIR.
Saat menulis tulisan ini, aku sempat bertanya tentang sosok si Pitung kepada temanku, Bangun Tuko, yang merupakan keturunan Betawi. Dia mengatakan bahwa si Pitung adalah sosok pahlawan yang dicintai oleh rakyat kecil. Si Pitung juga yang kerap menginspirasi anak-anak Betawi untuk selalu berbuat kebaikan. “Si Pitung mah jagoan, die ntu pahlawan. Udeh begitu orangnye dermawan, suka nolong rakyat kecil” ujar temanku dengan aksen Betawinya yang kental.
Rumah si Pitung merupakan bagian dari perjalanan sejarah bangsa. Bahkan, bagi kota Jakarta yang di bulan Juni ini memasuki usia 489 tahun, rumah si Pitung dapat menjadi salah satu ikon kisah perjuangan dan perlawanan masyarakat Betawi terhadap penjajahan Belanda. Apakah mungkin semangat itu juga yang mengilhami seorang Joko Widodo mendeklarasikan pencalonannya sebagai calon Presiden Republik Indonesia di tahun 2014 silam? Wallahualam.
Views: 341