Setelah berhasil dengan trip Explore Sumbar Part #2, ternyata masih banyak banget peserta yang menanyakan kapan BPJ bikin trip Sumbar lagi, yang merupakan salah satu provinsi terkenal di Sumatera? Nah, berhubung banyak peminat, akhirnya saya (Ninuk) dan Yanti kembali membuka tripnya pada tanggal 16 – 19 Agustus 2018 dengan meeting poin di Bandara Internasional Minangkabau jam 09.00 pagi.

Diikuti oleh 21 peserta, perjalanan part #3 ini dikenakan biaya sharecost sebesar Rp465.168,- (member) dan Rp485.168,- (non-member) untuk mengexplore beberapa destinasi selama berada disana. Oh iya, kebetulan kami juga mengunjungi Balai Baca Rumah Bako lhoh! Mau tau keseruannya kayak apa? Yuk simak lagi kebawah! Tapi sebelum perjalanan dimulai, kami harus bertemu dulu dengan Fikri yang akan mendampingi semua peserta selama berada disana.
Pantai Penyu
Udara panas pun menemani perjalanan kami ke Pantai Penyu. Hmm, kebetulan disini lumayan sepi karena saat itu masih lumayan pagi. Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp2000,-/orang, kami bukan hanya menikmati deburan ombak, melainkan juga bisa melihat bagaimana penyu dipelihara. Seru kan?
Yang menarik lagi dari tempat ini adalah kami juga bisa melepaskan “tukik atau anak penyu” ke laut lepas dengan harga Rp5000,-/penyu. Oh iya, biaya yang diberikan oleh pengelola sendiri digunakan untuk membantu operasional penangkaran penyu diwilayah tersebut.
Setelah puas di Pantai Penyu, kami kembali bergerak menuju destinasi kedua yaitu Pantai Tiku. Ngga banyak aktivitas yang kami lakukan disini kecuali benar-benar menikmati setiap obrolan dan candaan di tepi pantai, hingga makan siang menjelang dan berhenti dirumah makan untuk mengisi perut.
Kelok 44
Setelah perut terisi kenyang dan tenaga kembali full, kami melanjutkan perjalanan ke Danau Maninjau. Tapi sangat disayangkan saat itu ngga bisa menikmati dari dekat. Tanpa berputus asa, kami pun terus bergegas menuju Kelok 44. Ini ngga kalah bagus! Kenapa? Yupz, disepanjang perjalanan tepatnya di Kelok 37, kami disuguhi dengan keindahan Danau Maninjau, bahkan disambut oleh senja yang membuat keindahan alam ini kian terasa sempurna.
Balai Baca Rumah Bako
Saat senja mulai redup, kamipun bertolak ke tempat yang sudah ditunggu-tunggu yakni Balai Baca Rumah Bako untuk melepas lelah dan kebetulan sekali besok adalah hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 73 tahun. Perayaan 17 Agustus tahun ini terasa sangat istimewa karena kami akan melaksanakan upacara bendera bersama rekan-rekan dari Rumah Bako, hal sederhana namun begitu membekas dihati.
Upacara dimulai pada pukul 09.00 pagi WIB, dipimpin oleh adik kecil yang manis bernama Habibie, dan dilaksanakan dihalaman Rumah Bako. Upacara berjalan dengan sederhana namun sangat khidmat, terkhusus bagi kami karena bisa melaksanakan upacara pada saat itu dalam suasana yang benar-benar berbeda. Terbesit rasa haru ketika merayakan bersama rekan-rekan baru yang memiliki rasa cinta yang sama terhadap negeri ini.
Selesai upacara, kami kembali masuk ke ruang utama Rumah Bako sekedar untuk berbincang atau istirahat sembari menunggu teman-teman yang sedang melaksanakan shalat Jum’at. Sambil menunggu, kami sempat meminta adik-adik untuk mengajari kami Tari Persembahan. Amazingkan?!
Ngalau Kamang
Tepat pukul 13.00 WIB, sudah waktunya bersiap-siap untuk berangkat ke Ngalau Kamang. Perjalanan yang ditempuh sekitar 1 jam. Dan ngga lama kemudian kamipun sampai dengan penuh rasa ingin tahu seperti apasih tempatnya?
Ngalau Kamang sendiri berlokasi di Durian, Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam. Sedikit menjelaskan, ternyata tempat ini menyimpan cerita sejarah yang luput dari masyarakat. Tempat yang pernah menjadi bagian dari sejarah Indonesia dan digunakan sebagai markas para pejuang Indonesia untuk menyusun rencana melawan pasukan Belanda.
Luput dari informasi sejarah yang diketahui, ternyata tak menyimpan ke’eksotisan berlebih sehingga kami bergegas menuju ke Ngalau yakni sawah hijau yang membentang luas dengan semilir angin berhembus. Sekitar 5 menit kami berjalan ditengah sawah, maka sampailah di Ngalau Kamang.
Ternyata Ngalau Kamang merupakan goa yang memiliki stalaktit menempal di dinding goa. Setelah mendokumentasikan beberapa foto, kami bergegas kembali untuk mengunjungi destinasi wisata terakhir yakni Ngarai Sianok dan Great Wall.
Ngarai Sianok dan Great Wall
Terletak di kota Bukittinggi, kami menghabiskan waktu kurang lebih satu jam. Nah, sepanjang perjalanan menuju Ngarai Sianok, kami melewati pemandangan kota dan pacuan kuda yang tertata rapih. Hmm… ini merupakan bagian favorit saya lhoh! Tapi sayang sekali kami ngga berhenti karena waktu sudah menujukkan sore hari.
Sesampainya di Ngarai Sianok, kami menyusuri sungai kecil yang terletak membelah ngarai dengan disuguhkan pemandangan alam yang sempurna. Tempat ini sendiri sudah mahsyur dikenal oleh masyarakat luas yakni sebuah lembah dan dikelilingi oleh bukit hijau. Kenapa bisa demikian? Yupz, Ngarai Sianok terbentuk karena turun nya sebagian lempengan bumi yang menyebabkan patahan sehingga memiliki banyak jurang yang tajam. Waw, luar biasa banget ya!
Udara sejuk pada sore hari ditambah pemandangan syahdu disekitaran sungai membuat setiap wisatawan tahan berlama-lama bermain air dikawasan ngarai, juga beberapa yang lain menaiki tangga untuk menikmati, sekaligus mengabadikan moment di “Great Wall” nya Kota Padang.
Matahari sudah terbenam, saatnya kembali ke Rumah Bako untuk beristirahat. Ngga lupa sebelum itu kami mampir ke pusat oleh-oleh khas Sumatera Barat untuk membeli keripik Sanjay Balado. Merasa tak puas jika ngga menikmati durian, akhirnya kami sharecost lagi sebesar Rp420.000,- untuk mendapatkan 25 durian dan dibawa ke Balai Baca Rumah Bako untuk dinikmati bersama sambil santai dan bernyanyi. Begitulah satu kisah manis sebelum tidur hari itu.
Lembah Harau
Tidak terasa sudah tiga hari kami berada di Sumatera Barat. Seperti biasa, pagi ini pilihan menu sarapan masih dengan lontong sayur, lotek, dan kacang hijau. Kenapa lontong sayur? Karena paling mengenyangkan! Yuhuuu.
Setelah selesai dengan urusan perut dan tentunya sudah segar dan rapih, kami berangkat menuju destinasi selanjutnya yaitu Lembah Harau. Terletak di Kabupaten Lima Puluh Kota, Lembah Harau ditempuh sekitar 2 jam perjalanan dari Rumah Bako. Sepanjang itu, mata kami dimanjakan oleh pemandangan sawah yang hijau dengan latar belakang tebing-tebing tinggi.
Sesampainya di kawasan Lembah Harau, kami berhenti untuk foto dengan latar belakang Air terjun. Hmm, sayangnya saat itu sedang kering. Tapi kami ngga terlalu kecewa, karena tepat disana ada Ibu penjual duren yang enak dengan harga murah dan akhirnya kami sikat bersih bersama. Lagi?!
Selepas menikmati Duren, kami udah ngga sabar untuk menyambangi salah satu destinasi yang masih masuk dalam wilayah Lembah Harau yakni sebuah rumah dengan didampingi oleh pohon berbatang kayu kering serta pasir putih ala-ala Korea. Tapi mau apa dikata, kami harus menahan sedikit kekecewaan karena spot tersebut ditutup untuk umum karena sedang ada gathering dari komunitas motor yang di sponsori oleh produk rokok. Ngga ingin larut dalam kekecewaan, kami beranjak pergi untuk singgah di destinasi selanjutnya yaitu Kelok 9.
Kelok 9
Berada di kabupaten 50 kota, Kelok 9 adalah sebuah ruas jalan raya yang berkelok-kelok dan merupakan jalan utama penghubung antara Sumatera Barat dan Riau. Disana kami berhenti sejenak disalah satu spot foto andalan. Saat itu cuaca cukup panas, dan sambil menunggu lumayan sepi, kami santai sejenak dengan memesan es kelapa dan jagung bakar.
Panorama Ngarai Sianok dan Jam Gadang
Selesai dari kelok 9, kami menuju Taman Panorama di Bukittinggi untuk menikmati pemandangan Ngarai Sianok lengkap dengan Gunung Singgalang di belakangnya. Di tempat ini juga terdapat Lubang Jepang, namun karena keterbatasan waktu kami tidak sempat untuk turun dan menjelajahi tempat tersebut.
Setelah puas menikmati Ngarai Sianok, kami kembali ke bis dan beranjak menuju ikon kota BukitTinggi yaitu Jam Gadang, yang ternyata pelatarannya sedang dalam pembangunan dan kemungkinan selesai di akhir tahun 2018. Jadi kami hanya bisa mengabadikan moment ini lewat kamera dari kejauhan.
Di daerah Jam Gadang, kami semua berpencar, sebagian ada yang mencari makan, ada pula yang bersantai sambil menikmati sore di sekitaran Taman Monumen Proklamator Bung Hatta yang kebetulan jaraknya sangat berdekatan dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Menikmati Penampilan Tabuih dan Randai
Tepat pukul 19.00 malam, kami kembali berkumpul di bis untuk pulang ke penginapan. Malam ketiga di Sumatera Barat ini cukup spesial karena setelah sampai di Balai Baca Rumah Bako, kami dapat kesempatan untuk menikmati pertunjukan dari pemuda-pemudi Desa Balai Gurah.
Pertunjukan tradisi Minang tersebut dibuka dengan penampilan Tabuih di lanjutkan dengan silek dan diakhiri dengan manis oleh pertunjukan Randai. Setelah selesai dengan pertunjukan itu semua, kami mengadakan diskusi untuk saling mengenal dan ngga lupa sambil menyerahkan buku-buku yang telah dibawa dari Jakarta untuk diberikan secara simbolis kepada Balai Baca Rumah Bako.
Malam ketiga, sekaligus menjadi malam terakhir kami di Sumatera Barat, ditutup dengan rasa bahagia berkat sambutan hangat di Balai Baca Rumah Bako. Kesempatan menonton langsung pertunjukan kesenian khas daerah di Ranah Minang tentunya ngga akan datang dua kali kan? Ini akan menjadi salah satu catatan indah bagi kami.
Next, waktunya packing untuk hari ke empat dan balik ke Jakarta! Hmmm…entah kenapa kami merasakan santai sekali saat berkemas. Bahkan sebagian masih sibuk bercanda sana-sini. Tapi waktu jua’lah yang mengharuskan kami untuk segera beranjak meninggalkan Balai Baca Rumah Bako. Tas yang sudah rapih diturunkan segera berpindah kedalam bis, lalu dilanjutkan dengan beberes tempat kami menginap sambil di iringi lagu dangdut.
Kesempatan untuk pamitan, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar nya untuk Balai Baca Rumah Bako karena telah menerima kami dengan begitu hangat seperti sedang berkunjung ke rumah nenek. Kemudian dilanjutkan dengan berfoto dan lagi-lagi waktu yang harus memisahkan karena kami langsung beranjak ke 3 destinasi terakhir di Sumatera Barat.
Desa Terindah di Dunia “Desa Pariangan”
Ada banyak yang unik didesa ini, salah satunya adalah bentuk bangunan rumah yang ngga sama tinggi, juga ada tungku batu dan hanya sedikit tanah datar yang terletak persis di depan surau tertua di Minangkabau. Disini, kami menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam untuk mengabadikan moment sejenak, sebelum dilanjutkan ke PDIKM.
PDIKM
Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau, itulah kepanjangan dari nama lokasi wisata ini. Memiliki tanah yang cukup lebar, disini teman-teman bisa merasakan sensasi menggunakan baju pengantin adat Sumatera Barat dengan harga yang cukup murah dan bisa berpose di depan replika rumah gadang. Pokoknya berasa jadi pengantin sekejap!
Lembah Anai
Terletak di Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar, posisi air terjun Lembah Anai terbilang unik! Yakni dipinggir jalan, dan bisa dinikmati oleh siapapun yang melintasi jalur ini. Kebetulan kami ngga berlama-lama karena harus mengejar waktu kebandara. Disisi lainpun kami kesulitan menemukan spot foto karena rel kereta yang menjadi spot favorite sudah ditutup dan dilarang masuk untuk umum. Saat itu kami sedikit kecewa.
Setiba dibandara, kami masih menyempatkan diri untuk berpamitan satu dengan yang lain sebelum akhirnya sebuah penerbangan memisahkan kami. Selamat tinggal Sumatera Barat yang indah, kami titipkan perasaan bahagia, bisa menikmati keindahan Alam, kehangatan teman-teman selama kami berada di tanah minang
Doa kami, semoga kelak di izinkan kembali lagi dan cerita baru kembali dirajut.
Testimoni


Author : Ninuk Sawitri, Cahaya & Sarah Editor : @febe_shinta
Views: 565