Gunung Marapi Penentram Hati

Rencana pendakian ini bermula saat adanya info kegiatan Aksi Bersih Gunung Marapi pada Peringatan Hari Sampah Nasional (22-24 Januari 2021).

Rencana Pendakian

Untuk mempermudah koordinasi dan juga memastikan jumlah anggota yang akan berangkat, maka dibuatlah group via WhatsApp.

Beranggotakan 7 orang (3 wanita dan 4 laki-laki), dengan berbagai latar belakang. Ada yang perdana nanjak, membebaskan diri dari jenuh bekerja, berniat menemani teman, bahkan baru keluar dari isolasi tersebab Covid-19.

Jum’at (22/1/2021), tim sepakat berkumpul di Pasar Koto Baru untuk prepare segala perlengkapan dan packing ulang.

Saatnya Nanjak

Pukul 11.00 WIB, kami berangkat dari Koto Baru menuju BKSDA Gunung Marapi menggunakan kendaraan roda dua. Setelah rehat beberapa saat dan usai menunggu shalat Jum’at, tepat pukul 14.00 WIB kami registrasi di pos dan mulai melakukan pendakian.

Gunung Marapi

Memakan waktu yang cukup lama dikarenakan banyak berhenti dan rehat sholat, akhirnya membuat kami memutuskan untuk bermalam di Pintu Angin.

Gunung Marapi

Setelah rehat semalaman, semua tim pun bangun pagi untuk melaksanakan MCK, shalat dan sarapan pagi tentunya. Guna memulihkan kembali tenaga yang terkuras habis akibat perjalanan kemarin.

Gunung Marapi

Pada pukul 11.00 WIB setelah semua persiapan selesai, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Marapi.

Pertanda puncak gunung semakin dekat pun sudah kami sadari, sedari berada di wilayah Pintu Angin. Dengan vegetasi tumbuhan yang mulai homogen, serta tumbuhan khas puncak pegunungan sudah mulai terlihat rimbun. Beberapa buah tumbuhan liar sempat kami santap, seperti Orange Berry yang terasa begitu asam di mulut memecah begahnya selera.

Beberapa jam kemudian, bebatuan cadas sudah mulai mendominasi medan yang ditempuh. Hingga Puncak Marapi pun terlihat jelas di pelupuk mata. Langkah demi langkah terus kami ayunkan berharap dapat memangkas jarak perjalanan. Di tengah jalan menuju puncak, kabut mulai naik hingga membatasi jarak pandang. Meskipun demikian, tidak menyurutkan tekat tim untuk tetap bergerak.

Tidak berselang beberapa lama, 3 rekan sudah berhasil menginjakkan kaki mereka di puncak. Pertanda tim sudah sukses menyelesaikan misi menuju atap tertinggi Gunung Marapi. Kemudian disusul oleh 4 orang lainnya.

Gunung Marapi

Menuju Taman

Setelah rehat sejenak di puncak Gunung Marapi; tepatnya di tugu Abel, tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke arah taman Edelweis (meetpoint tempat camp kami selanjutnya). Pemilihan lokasi ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa di sana terdapat sumber air bersih, mudah diakses, pemandangan yang bagus, dan tentunya terlindungi dari badai pegunungan; dikarenakan vegetasi tumbuhan yang rapat, sehingga dapat melindungi tenda dari terpaan badai.

Sejenak kemudian, kami berjumpa dengan pendaki lain yang juga memutuskan camp di areal taman. Lalu melanjutkan perjalanan bersama menuju lokasi.

Sesampainya di Puncak Merpati, medan yang kami tempuh mulai terjal. Kawah aktif Gunung Marapi yang berada di sebelah kiri jalur, membuat nyali sedikit menciut. Belum lagi ditambah dengan medan berbatu yang tidak stabil untuk dijadikan tumpuan kaki. Jurang yang curam di sebelah kanan juga semakin membuat langkah semakin enggan bergeming.

Ketakutan itu hilang tiba-tiba, saat kami melihat pemandangan taman yang begitu indah. Hamparan halaman yang dihiasi mekarnya bunga Edelweis menambah hasrat untuk segera sampai. Langkah demi langkah terus maju dengan pelan tapi pasti, hingga tim pun berhasil menuju tempat yang telah ditargetkan: Taman Edelweis Puncak Marapi.

Tanpa pikir panjang tim dengan sigap langsung berinisiatif mendirikan camp. 3 orang rekan langsung mendirikan tenda untuk beristirahat, sedangkan yang lain bertugas mengambil air dan mengumpulkan kayu bakar untuk api unggun kami malam nanti.

Matahari tidak sanggup lagi mengukuhkan keanggunannya di puncak langit. Sore pun menyingsing bertukar dengan langit malam dan rembulan, pertanda kami juga harus mengistirahatkan tubuh yang lelah karena perjalanan hari kedua. Hari itu kami tutup dengan mengistirahatkan tubuh di tenda masing-masing.

***

Malam begitu cepat berlalu. Tidak terasa lelap kami berubah menjadi terang. Deru badai menjadi alarm pagi yang menyayat tulang karena dingin yang tak tertahankan. Satu per satu keluar dari peraduan, mencoba menyambut hari terakhir dalam perjalanan singkat ini.

Pagi dihadapi dengan berani. Mengukur diri mengingat perjalanan pulang begitu panjang, sepanjang keberangkatan tentunya. Sembari menikmati momen terakhir petualangan, kami putuskan untuk mengabadikannya dengan berfoto ria. Hanya ini yang bisa kami kenang. Tidak ada yang boleh ditinggalkan, dibunuh, apalagi dibawa pulang. Semua harus tetap seperti semestinya: abadi dan tetap lestari.

Gunung Marapi Gunung marapi Gunung Marapi

Turun Gunung

Waktu rasanya berputar terlalu cepat, tidak terasa sudah menginjak Minggu pagi. Saatnya pulang. Tidak lupa berdoa, berharap lindungan sang pencipta agar kami tetap selamat dalam perjalanan.

Tanpa ragu, akhirnya langkah pertama kepulangan kami kayuh dengan gagah; bermodal sisa kekuatan. Sesekali berhenti di persimpangan jalan, tergeletak di tanjakan, dan merintih menahan sakit badan. Pertanda batas diri pun mulai menyapa.

Semua sakit mulai merayapi seluruh badan, kaki, punggung, hingga betis. Mencuatkan perih yang terkadang tidak tertahankan. Memaksa diri untuk rehat lagi, lagi dan lagi.

Sembari melangkah menuruni Marapi yang gagah, kami mengutipi sampah-sampah yang berada di sepanjang jalur pendakian.

Menyempatkan diri juga untuk singgah di Saung Cadas, menikmati bakwan dan teh hangat sembari menunggu Adzan Dzuhur tiba.

Tidak heran jika perjalanan pulang ini begitu panjang dirasakan. Bahkan matahari pun tak lagi setia menemani, hingga gelap malam pun masih kami arungi dengan pasti.

Gerbang keberangkatan itu pun telah terlihat. Bukti kami sudah sampai di akhir perjalanan. Kami tiba di BKSDA kembali sekitar pukul 24.00 WIB dengan kondisi Alhamdulillah semua baik-baik saja, walau ada beberapa insiden kecil. Tidak lupa melapor kepada posko pendakian atas kepulangan tim dengan selamat.

Kami tutup perjalanan ini dengan duduk di saung warga setempat, sembari melempar senyum satu sama lain karena menahan bahagia dan rindu yang pasti muncul karena momen petualangan ini. Turun ke Koto Baru, dan kemudian memutuskan berpencar menuju kediaman masing-masing.

There are a thousand ways to kneel and kiss the ground; there are a thousand ways to go home again. ~ Jalaluddin Rumi

Dan… ini bonus dokumentasi singkat perjalanan 😀

Hits: 393

Wina Zulfani

Masalah terbesar kita cuma satu: meninggal tapi tidak masuk Surga.

Baca Artikel Lainnya