Yogyakarta, sebuah Provinsi dengan segala kekayaan alam dan adat budayanya yang masih kental dan dilestarikan. Pakaian adat tradisional Yogyakarta disebut dengan Pakaian adat Kesatrian. Busana tradisional masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri terdiri dari seperangkat pakaian adat tradisional yang memiliki unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Kelengkapan berbusana di Yogyakarta merupakan ciri khusus sebagai pemberi identitas bagi siapa saja yang mengenakannya. Dimana hal tersebut meliputi fungsi dan peranannya masing-masing. Sehingga, cara berpakaian biasanya sudah dibakukan secara adat, kapan dikenakan, dimana dikenakan, dan siapa yang mengenakannya. Selain sebagai alat untuk menutupi serta melindungi tubuh, fungsi pakaian yang beragam disesuaikan sebagai unsur pelengkap seperti upacara yang memiliki nilai penting tersendiri ataupun sebagai sebuah prioritas untuk keindahan dan kecantikan sesuai kebutuhan.

Selain busana Kesatrian sebagai busana adat pernikahan, pakaian adat di Yogyakarta juga digolongkan atas pakaian sehari-hari yang dikenakan saat dirumah, tempat kerja atau bepergian dan pakaian upacara adat. Seperangkat pakaian adat terdiri dari bagian atas (meliputi tutup kepala dan tata rias rambut seperti sanggul, konde, dll), bagian tengah(meliputi baju kebaya dan aksesorisnya), serta bagian bawah berupa alas kaki. Busana tersebut masih dibagi lagi sesuai dengan penggolangan jenis kelamin antara pria dengan wanita. Busana untuk anak laki-laki dinamakan Kencongan. Busana tersebut terdiri dari kain batik dengan model kencongan, baju surjan, lonthong tritik, ikat pinggang kamus songketan dengan cathok atau timang dari emas kadar rendah (suwasa) dan dhestar sebagai tutup kepala.

Sedangkan busana wanita disebut dengan Busana Sabukwala, yang terdiri dari Sabukwala Padintenan, Pinjung dan Semekanan. Sabukwala Padintenan digunakan untuk perempuan usia 3-10tahun yang meliputi: nyamping batik, baju katun, ikat pinggang kamus songketan motif flora fauna, lonthong tritik, serta cathok dari perak dengan bentuk kupu-kupu, garuda atau merak. Dilengkapi dengan perhiasan subang, kalung emas, dan liontin berbentuk mata uang dinar, gelang bentuk ular(gligen)/ sigar penjalin. Pengkhususan untuk yang berambut panjang disangguk model konde serta busana kain yang digunakan bermotif parang, ceplok atau gringsing. Untuk Remaja Putri disebut dengan busana Pinjung yang terdiri dari kain batik tanpa baju, lonthong tritik, kamus songketan, udhet tritik serta perhiasan berupa subang, kalung dinar, gelang, sanggul tekuk polos tanpa hiasan.

Lain halnya dengan busana putri dewasa yang disebut dengan Semekan (kain panjangyang lebarnya separuh dari lebar kain biasa, fungsinya sebagai penutup dada). Busana ini terdiri dari kain nyamping, batik, baju kebaya katun, semekan tritik, serta perhiasan berupa subang, gelang dan cincin serta sanggul tekuk polos tanpa hiasan. Sedangkan untuk busana harian putri raja yang telah menikah terdiri atas semekan tritik dengan tengahan, baju kebaya katun,kain batik, sanggul tekuk polos tanpa hiasan serta perhiasan berupa subang, cincin, dan sapu tangan merah.

Berbeda lagi dengan Busana kebesaran untuk upacara Ageng (supitan, perkawinan, grebeg, tingalan dalem tahunan, jumenengan dalem, Agustusan dan sedan) yang disebut dengan busana keprabon (khusus dikenakan oleh putra sultan). Jenisnya meliputi: busana dodotan dan kanigaran. Dodotan terdiri dari kuluk biru dengan hiasan mundri (nyamat), kampuh konca setunggal, dana cindhe gubeg, moga renda warna kuning, pethat jeruk sak ajar, rante, karset, kamus, timang (kretep), dan keris branggah untuk upacara grebeg, jumenengan dalem(penobatan raja), serta piwosanan perkawinan. Sedangkan busana Kanigaran sama dengan dodotan tapi dilengkapi dengan baju sikepan bludiran dan biasa dikenakan pada upacara Agustusan, tingalan dalem tahunan, supitan dan perkawinan.

Sumber: abdulradzak.wordpress.com
Views: 38826