Liputan Trip Pendakian Artapela Part #3

Pernah dengar Gunung Artapela? Kalau belum, sama, saya juga baru pertama kali mendengarnya. Namun berkat komunitas Backpacker Jakarta (BPJ) yang kece dan keren, saya akhirnya berhasil menginjakkan kaki di Artapela. Apalagi kalau bukan karena BPJ kembali mengadakan trip ke gunung di daerah Pengalengan, Bandung ini pada 17-18 November 2018.

Banyak yang bilang gunung adalah tempat untuk mengobati patah hati, ada juga yang menyebut gunung sebagai tempat untuk mencari jodoh, ada juga yang hanya ingin keluar dari hiruk pikuk ibukota dan kesibukan demi mencari udara segar di gunung. Apapun alasan dan motivasinya, ke-29 peserta trip Artapela Part #3 berkumpul di sekretariat BPJ, Cawang UKI, pada Jumat (16/11/2018) malam.

Trip kali ini di-CP oleh Idris yang mengaku berusia 23 tahun tapi wajahnya seperti 32, serta Dimas yang mengaku masih muda namun uban di rambutnya sudah seperti om-om gadun, dengan biaya sharecost Rp 228.171 untuk member BPJ, dan Rp 238.171 untuk nonmember. Tak lupa, ada Habibi dan Kamil sebagai CP back up yang selalu mengajak peserta nonmember untuk masuk RT 10, dengan slogan “Angkut Sepuluh!”

Seperti drama trip pada umumnya, menjelang keberangkatan ada saja yang masih datang telat dan tidak sesuai jadwal. Namun masih dimaklumi karena pada jumat malam, lalu lintas menuju Cawang sangat macet. Bahkan ada peserta dari Tangerang yang bela-belain naik Grab Car dengan biaya argo setara sharecost. Menjelang keberangkatan, akhirnya ada satu peserta yang batal dengan alasan privasi dan tidak diketahui penyebabnya.

Perjalanan baru dimulai pukul 23.00 WIB dengan estimasi sampai tujuan pada pukul 6-7 pagi. Setelah perjalanan panjang, kami tiba di Pengalengan sambil menikmati sarapan pagi di pinggir jalan. Perjalanan dilanjutkan menuju Artapela dan tiba pada pukul 07.30 WIB.

Berbeda dengan gunung pada umumnya. Artapela tidak memungut biaya masuk atau simaksi, ditambah tak ada basecamp untuk pendaki. Jadilah para peserta yang ingin berganti kostum ala pendaki cantik, harus berganti pakaian di bus. Setelah briefing dan perkenalan singkat, pendakian pun dimulai pada pukul 08.00 WIB. Peserta terbagi menjadi tiga tim, tim cepat, tim santai dan tim lelet.

Jalur yang kami lewati adalah via Pengalengan yang ditandai dengan pipa-pipa besi. Pertama, kami akan melewati hutan rimba, namun tidak terlalu lebat atau liar. Jalur pendakian Artapela juga terhitung memiliki banyak bonus. Hanya sesekali ada jalur menanjak yang tentunya membuat mereka yang jarang berolahraga akan bernafas sedikit sesak.

Setelah melewati hutan, kami melewati perkebunan warga. Bahkan kami juga bertemu dengan warga sekitar yang sedang sibuk berkebun atau macul. Jarak dari start pendakian menuju puncak bisa memakan waktu 2-3 jam, namun tim cepat yang berada di garis terdepan berhasil mencapainya hanya dalam waktu satu jam! Dan inilah puncak Sulibra di Gunung Artapela dengan ketinggian 2.194 mdpl.

Jam 09.15 WIB, tim cepat sudah mencapai puncak dan mencari lokasi strategis untuk mendirikan tenda. Setelah itu, GABUT! Entah karena kami datang kepagian, saat itu tak ada pendaki lain selain dari tim BPJ. Kami hanya bertemu dengan sekelompok pendaki yang hendak turun. Selebihnya, ada akamsi (anak kampung situ) yang melintas menggunakan motorcross.

Sekitar 30-60 menit kemudian, teman-teman yang lain akhirnya sampai di puncak dan bergabung untuk mendirikan tenda. Beberapa orang menyiapkan makan siang, sementara yang lain sibuk dengan agendanya masing-masing. Mereka yang narsis sibuk berfoto demi memberi makan feeds instagramnya. Sementara para tuna asmara sedang bermanuver lewat lobi-lobinya pada target yang mereka tuju. Dan yang mager lebih suka bobok manjah siang hari di tenda.

Anyway, meski berada di ketinggian 2.194 mdpl, Artapela lebih tepat disebut bukit ketimbang gunung. Selain kontur tanahnya yang cocok untuk ladang berkebun, jalurnya juga tidak sesadis gunung pada umumnya. Ditambah, Artapela dipenuhi banyak lalat.

Banyak pendaki yang meninggalkan sampahnya sembarangan sehingga dikerubungi lalat. Belum lagi banyak anjing liar yang berkeliaran mencari makanan. Bila di gunung-gunung lain kita akan menemui serangan pacet dan babi hutan, di Artapela kita harus melawan serangan lalat yang menggerayangi serta anjing liar.

Siang hari, puncak mulai dipenuhi rombongan pendaki lain dari berbagai daerah. Ada juga yang naik lewat jalur lain seperti Sukapura. Sore menjelang malam, tim masak menyiapkan makan malam seperti nasi, tahu, tempe, nugget, sosis dan sop bakso. Setelah makan malam, kembali ada acara perkenalan serta untuk mempromosikan BPJ, terutama untuk peserta trip nonmember.

Ada banyak cerita menarik saat perkenalan, dari peserta yang sudah pernah ke Gunung Bukit Raya namun diplesetkan menjadi “Kebun Raya” sampai peserta yang “rumornya” sudah nanjak ke Carstensz, tapi merendah dan mengaku hanya main di curug-curug saja, bahkan “katanya” Artapela adalah trip terjauhnya.

Tak lupa, ada pasangan pendaki yang ikut trip ini dan dipastikan membuat para jones baper. Mulai dari pasangan yang sudah halal, pasangan yang Insya Allah menuju halal, sampai pasangan dengan status tidak jelas yang mengaku atasan-bawahan atau bapak-anak.

Setelah perkenalan dan kongkow malam, semua peserta beristirahat dan bangun saat subuh untuk summit, dan ternyata kami lupa bahwa saat ini kami sudah summit dan berada di puncak. Hahahha. Pukul 05.30 beberapa peserta sudah bangun demi mengejar sunrise. Dari jauh, terlihat bola berwarna kuning itu mulai muncul dan menghangatkan hati para pendaki yang rata-rata masih kosong.

Sayangnya pagi itu dipenuhi kabut. Kami tidak melihat siluet perbukitan yang biasanya muncul jika kita mencarinya di instagram dengan tagar #artapela #gunungartapela #artapela2194mdpl. Tim masak mulai menyiapkan sarapan, sementara yang lain membereskan tenda. Setelah sarapan dan foto-foto full team, kami mulai turun pada pukul 09.00 WIB.

Hanya dalam waktu satu jam, kami sudah berada di bawah atau start pendakian tepat dimana bus parkir disana. Karena Artapela tidak memiliki basecamp, jadilah kami menuju kolam dan tempat pemandian air panas untuk MCK. Selain air panas untuk mandi dan berbilas, ada juga kolam renang bagi yang ingin berenang.

Kebetulan, lokasi pemandian air panas tepat berseberangan dengan lokasi rumah yang dipakai syuting film Pengabdi Setan. Beberapa peserta ada yang masuk kesana untuk berfoto-foto dan merasakan aura mistis di rumah reyot tersebut. Ada pula lukisan sosok ibu dan keluarga dari film Pengabdi Setan.

Setelah semua peserta selesai berbilas dan berganti pakaian, perjalanan pulang pun dilanjutkan. Sorenya, kami sempat singgah di rest area untuk makan atau membeli oleh-oleh. Kami tiba di sekretariat BPJ tepat pukul 19.30 WIB. Beberapa peserta ada yang melanjutkan kongkow, ada pula yang melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya. Trip Artapela pun selesai.

Terima kasih pada Backpacker Jakarta yang telah menginisiasi trip Artapela ke-3. Semoga perjalanan ini menjadi kisah indah dan tak terlupakan. Perjalanan bertemu dengan teman-teman baru, mendapatkan pengalaman baru serta menemukan inspirasi (dan Insya Allah, jodoh). Sampai jumpa di pendakian dan trip-trip BPJ selanjutnya.

DAFTAR PESERTA TRIP ARTAPELA #3:

1. Zuki #10
2. Hilda #30
3. Rein #NonRT
4. Erwin #19
5. Teuku #NonRT
6. Ristiyanto #Kubbu
7. Andrea #17
8. Muhidin #NonRT
9. Fara #NonRT
10. Dimas P #NonRT
11. Yuda #NonRT
12. Henry #NonRT
13. Raisa #NonRT
14. Puji #9
15. Alvyn #NonRT
16. Rian #26
17. Kathien #NonRT
18. Tiwi #15
19. Sari #32
20. Vega #27
21. Angel #NonRT
22. Sugeng #7 (Batal)
23. Inok W #NonRT
24. Esi #NonRT
25. Steven #NonRT
26. Juan #NonRT
27. Resya #33
28. Rahma #NonRT
29. Deny #33

Author: Deny Oey member of Backpackerjakarta #33

Views: 435

admin

Komunitas Backpacker Jakarta adalah sebuah komunitas Travelling yang didirikan pada 5 April 2013 dan berpusat di Jakarta dan sekitaranya (Bogor, Tanggerang, Bekasi dan Depok.

Instagram : @backpackerjakarta
Tiktok : @backpackerjakarta
Twitter : @official_bpj
Facebook : backpackerjakarta
Group Wa : 081237395539

Baca Artikel Lainnya