Hallo sahabat literasi….
Kalian doyan menulis meski sekedar kata?
Hobby menulis meski hanya pengisi waktu sepi?
Suka membuat cerita fiksi atau tulisan yang bikin pembacanya baperan dan jatuh cinta?
Nah ini namanya kalian sudah berhasil bikin tulisan, buktinya ada yang sampai baperan dan jatuh cinta.
Membicarakan mengenai tema kepenulisan, kita diajak untuk berbagi tentang dunia literasi. Tentu saja tidak jauh dengan buku-buku, menulis, membaca novel-novel fiksi maupun non fiksi dan sebagainya yang berhubungan dengan buku. Kali ini saya mau berbagi sedikit pengalaman saat mengikuti workshop bersama Klub Kubbu.
Mengikuti kegiatan workshop, sebenarnya tidak cuma sekali buat saya melainkan sudah beberapa kali. Nah, workshop yang saya hadiri kali ini diadakan oleh komunitas Backpacker Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2017 dan digawangi oleh Klub Kubbu-Bpj atau yang disebut dengan Klub Menulisnya Backpacker Jakarta dengan tema “Menulis dan Menerbitkan Buku?” Disana bukan hanya diskusi santai tapi saya juga diberi kesempatan untuk meng-Explore Perpustakaan Nasional tertinggi didunia, yang lokasinya di depan gedung Irti Monas.
Oh iya, info workshop ini saya baca di Instagramnya @backpackerjakarta, dan seketika langsung saya repost, dan nggak nyangka langsung dikomen sama si nara-sumber, waduh seneng banget, apa seneng aja? Apa GR? Hehe..dua-duanya deh.
By the way narasumbernya bernama Nunik Utami, ternyata dia adalah anggota Kubbu BPJ yang sudah nerbitin 50 buku! Waw 50 buku? Adapun judul buku terakhirnya adalah “Arc De Triomphe”, belum tahu tentang apa ceritanya, dan belum sempat hunting juga buat cari bukunya di Toko Buku, tapi begitu saya baca 50 buah buku, saya tercengang, dan makin penasaran sama mbak Nunik ini. Pengen banget tahu lebih dalam pengalamannya yang pastinya banyak dan seabrek. Dan tidak mudah diraih dalam waktu singkat.
Acara yang berlokasi di gedung Perpustakaan Nasional jam 10 pagi membuat saya semakin excited bahkan datang lebih awal. Kenapa? Karena saya mau membuat kartu membernya sekalian. Tapi apa daya, antrian begitu banyak melainkan workshop akan segera dimulai. So, tidak jadi buat. Huhuhuu
Pada saat acara sudah dimulai, akhirnya saya melihat langsung mbak Nunik Utami, yang ternyata orangnya mungil. Nah untuk peserta nya sendiri terdiri dari member Klub Kubbu, member RT dan Non-RT. Dari sini kita udah tahu bahwa dunia Literasi sangatlah banyak peminatnya.
Selama workshop berlangsung, narasumber mbak Nunik Utami di Moderatori oleh Bang Eka Siregar dan Mas Achi Hartoyo serta dipandu oleh MC (Master Of Ceremony) mbak Yunita.
Diskusi Santai
Akhirnya diskusi pun dimulai. Apa aja yang dibahas? Yuk simak lagi kebawah:
Selama diskusi berlangsung, mbak Nunik Utami menceritakan pengalamannya sejak dulu sampai Ia menjadi seorang penulis. Mulai dari mengirim naskah kepenerbit, ikutan lomba menulis, dan sampai ditolak juga pernah namun terus berusaha lagi. Sampai pada akhirnya malah dicari-cari dan ditawari penerbit untuk membuat naskah. Hebat banget kan? Mau ih kayak gitu.
Mbak Nunik juga berbagi tips bagaimana cara mengirim naskah karangan buat para penulis pemula. Pas banget sama saya yang masih pemula ini, yang suka nulis meski belum kelar-kelar. Walaupun begitu, saya juga memiliki sebah buku yang berisi kumpulan Puisi walau masih self Publishing atau masih di penerbit Indie. By The Way, saya pribadi suka menulis puisi loh dan kalian bisa mampir ke http://www.widiearly.blogspot.co.id
Mbak Nunik juga memberi masukan ke kita bahwa jangan memikirkan royalti saat menulis. Kenapa? Karena naskah kita diterima oleh masyarakat saja sudah seneng kayak di awang-awang”, ungkap mba Nunik. Selama nulis, tak sedikitpun terbenak mikirin royalti, berkaryalah dengan ikhlas dan perbanyaklah teman yang berprofesi sebagai seorang penulis”, tambahnya. Karena di era sekarang, ada saja yang tidak paham dengan para penulis. Yang ada malahan di nyinyirin. Yang terpenting adalah berdoa agar semuanya dilancarkan.
Sebagai seorang penulis buku dan cerpen, mbak Nunik juga pandai dalam mengatur waktu antara keluarga, anak dan menulisnya. Hebat bukan?
Tanpa terasa, sesi demi sesi pun terselesaikan hingga sesi pembagian hadiah untuk para peserta. Setelah itu kita break selama 1 jam. Oh iya, saya mendapatkan hadiah lhoh dari mba Nunik yang isi nya T-Shirt dan buku. Will be unforgetable banget!
Berikutnya adalah puncak acara kami yaitu explore ke Perpustakaannya di Lantai 24. Tinggi juga. Dan kita antri sampai harus menunggu lumayan lama dipintu lift.
Sesampainya dilantai 24, saya sempat kagum, tempatnya nyaman, rapi, mewah, kursi-kursi nya tertata rapi. Kursi yang dipakai khusus untuk Bapak Presiden membaca juga ada. Bersyukur sekali kita diijinkan memasuki ruangan VVIP ini yang sebenarnya tertutup untuk umum. Ada juga berderet kursi untuk rapat-rapat konferensi. Yang membuat saya tertarik adalah, disetiap dindingnya digantungi banyak kain tenun yang cantik-cantik.
Bukan hanya itu, dipintu masuk kaca terdapat patung Rama dan Shinta, dan juga ada patung yang mirip akar pohon.
Lalu dipojokan ada gambar photo-photo Presiden kita sejak jaman Bapak Soeharto sampai Bapak Jokowi.
Tidak lupa kami juga selfie-selfie di rooftop. Dari atas tampak Tugu Monas dari kejauhan, yang terlihat kecil menawan dan ditambah dengan pemandangan gedung-gedung juga lalu lintas Jakarta yang awet padat sejak dulu. Tidak ketinggalan juga sang narasumber ikutan kagum jeprat-jepret.
Tanpa terasa waktu nya untuk pulang. Tapi sebelumnya kami semua menyempatkan diri untuk foto bersama. Bukan hanya itu saya juga tidak mau ketinggalan untuk foto bareng dengan mba Nunik dan langsung upload di instagram. Yuhu ya kali gak diupload.
Demikian sedikit cerita dan pengalaman berharga yang saya dapat selama kelas diskusi. Masukan dari seorang mbak Nunik bisa menjadi acuan untuk saya dan kalian untuk semakin giat dalam menulis, menulis dan menulis. Mau orang suka atau tidak dengan tulisan kita, tetaplah menulis. Karena menulis itu indah. Menulis itu seni. Seperti seni-seni lainnya yang harus ditekuni. Masalah jelek atau bagusnya, jangan dipikirkan. Apalagi jeleknya, buang saja jauh-jauh pemikiran itu.
Perlu diingat, kita menulis itu hasilnya akan abadi. Kalau hanya membaca saja itu sih hal mudah. Apalagi berkomentar. Apakah disaat dituntut menulis kita langsung bisa? Kurasa tidak. Seorang penulis seniorpun tidak ada yang langsung tumpah ruah tulisannya menjadi indah. Semua butuh proses. Proses panjang. Dari inspirasi, dituangkan, bikin kerangka, diperluas. Jadi? Tidak. Ada lagi di edit dahulu. So, semua proses tidaklah mudah.
Makanya coba deh melatih buat membiasakan menulis. Dengan mengamati, mencari sumber, dicatat, diingat, kemudian bikin bahan tulisan, pasti hasilnya kalian akan puas terharu biru melihat hasilnya, walaupun belum tentu yang membaca belum tentu mau menyerapnya.Tapi jangan khawatir pasti akan ada juga yang membaca tulisan kalian bahkan memuji serta menyukai. Karena penilaian orang itu berbeda-beda. Jadi apa salahnya buat terus berlatih?
Pokoknya, bagaimanapun juga janganlah berhenti menulis. Contoh: Chairil Anwar, yang tetap menulis sampai Ia meninggal diusianya yang masih sangat muda. Meski dahulu dimasa hidupnya tulisan puisi-puisi karya alm belum banyak yang menerima. Tetapi lihatnya setelah Ia tiada, tulisannya banyak dikenang dan menjadi bahan pelajaran disekolah-sekolah. Walau terkadang ada yang sulit dicerna, namun memiliki arti yang sangat dalam.
The last but not least, terima kasih buat teman-teman semua, saya jadi bisa menambah banyak teman yang mencintai dunia literasi dan juga menambah pengalaman baru lagi. Inspirasi, masukan, pelajaran, pengamatan, untuk bahan tulisan juga.
Tetaplah menulis, dan tulislah hal-hal yang positif dan membangun! :)
Author : Ariwidi @ari_widiyastuti / Member of @backpackerjakarta_28
Editor : @febe_shinta
Views: 469