Mengunjungi pulau-pulau di Banda, tidak lengkap tanpa berkunjung ke satu-satunya bangunan unik ini. Jika biasanya rumah hanya merupakan tempat tinggal, rumah yang kali ini berbeda. Namanya Rumah Budaya, merupakan museum kecil yang berisi tentang info kepulauan Banda. Berlokasi di Pulau Banda Neira, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Jika anda pecinta sejarah, lokasi ini adalah tempat yang tepat untuk dikunjungi.
Bangunan berasistektur Belanda ini merupakan milik keluarga Des Alwi, sejarawan yang berpengaruh untuk Banda Neira bahkan Indonesia. Beliau merupakan anak angkat dari Bung Hatta. Disini anda tidak hanya menemukan koleksi barang-barang yang belum pernah anda lihat di tempat lain, tetapi juga bisa menemukan berbagai cacatan sejarah penaklukan dan pendudukan Belanda dalam kata dan gambar.
Banyak hal unik disini, contohnya saja sejumlah lonceng dengan teks Belanda seperti: Spice Eaves dan lainnya yang berada di bagian belakang museum. Lonceng ini dibunyikan untuk memberi tahu para pekerja pala kapan harus memulai dan berhenti beraktifitas. Hal yang menarik lainnya yaitu lukisan yang berada di ruang utama museum dengan posisi tergantung. Itu adalah lukisan raksasa yang menceritakan pembantaian orang-orang terpandang di Banda tahun 1621. Ada juga beberapa lukisan lain dan semuanya duplikat karena yang asli berada di Belanda. Lukisan-lukisan itu memberikan gambaran yang jelas tentang kengerian yang telah terjadi di sekitar lokasi. Berbagai jenis meriam, alat musik, keramik Tiongkok, uang kuno serta benda lainnya juga turut mengisi kekosongan bangunan ini.
Selain sejarah yang menyedihkan itu, juga banyak yang bisa ditemukan tentang tradisi budaya kuno yang masih hidup. Seperti tarian perang Cakalele yang dilakukan oleh anak laki-laki berpakaian dengan helm Portugis serta lomba perahu perang Kora-Kora. Walau benda di Rumah Budaya ini berdebu, tapi sangat menarik dan sayang jika anda lewatkan
Terlepas dari kenyataan bahwa museum ini membutuhkan pembaharuan, bangunan ini merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Cukup membayar dua puluh ribu saja sebagai retribusi masuuk dan uang perawatan. Penjelasan benda-benda dengan menggunakan bahasa Inggris juga disediakan dalam bentuk tulisan. Untuk jam bukanya sendiri, masih sedikit tidak teratur.
Sumber: travel.kompas.com, tripadvisor.com, m.detik.com.
Views: 1587