Makna Budaya Aesan Gede Pakaian Adat Sumatera Selatan

Budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat). Budaya adalah simbol yang berarti hasil olahan pikir yang memungkinkan untuk mengkodekan atau membukakan kode dari sesuatu yang hadir di hadapan kita. Salah satu dari wujud budaya adalah benda – benda fisik yang berwujud konkret, misalnya bangunan, pakaian, kapal, piring, gelas, dan lain – lain.

Pakaian adat tradisional dapat dikategorikan sebagai salah satu wujud dari budaya. Pakaian adat Sumatera Selatan dapat dikatakan sebagai simbol peradaban budaya masyarakat Sumatera Selatan. Filosofi hidup dan keselarasan terdapat dalam pakaian adat Sumatera Selatan. Hal tersebut dapat dilihat dari pilihan warna dan corak ditambah kelengkapannya menambah kesakralan pakaian adat yang merupakan identitas masyarakat Sumatera Selatan.

Aesan Gede merupakan pakaian adat Sumatera Selatan yang sering dijumpai pada acara pernikahan, yaitu munggah. Menurut para ahli budaya telah disepakati bahwa arti dari Aesan adalah hiasan, sedangkan Gede yang berarti kebesaran. Jadi, Aesan Gede adalah pakaian kebesaran.

Sumber : https://www.weddingku.com/ Gambar 1, Aesan Gede, Pakaian Adat Sumatera Selatan

Aesan Gede merupakan salah satu peninggalan kerajaan Sriwijaya yang memperlihatkan keagungan, kemewahan, dan keanggunan. Busana ini didominasi oleh warna merah dengan benang emas, berasal dari tenunan kain songket berunsur gemerlap dan keemasan sesuai dengan citra Sriwijaya pada zaman dahulu yang dikenal masyarakat dunia sebagai Swarna Dipa atau Pulau Emas.

Menurut Ali Hanafiah dalam Hikmawati, Eka (2017) Aesan Gede mendapat pengaruh dari kebudayaan luar atau asing, hal ini dipengaruhi oleh letak geografis Palembang yang terdapat pelabuhan besar tempat singgahnya para pedagang dari luar termasuk Jawa, Cina, dan Arab.

Bentuk busana Aesan Gede pada pengantin wanita terbagi atas bagian kepala, badan, tangan, dan kaki. Pada bagian kepala terdiri dari Bungo Rampai, Gandik, Gelung Malang, Tebeng Malu, Kesuhan, Kelapo Standan. Selanjutnya pada bagian badan terdiri dari Teratai, Kalung Kebo Munggah, dan Songket. Pada bagian tangan terdiri dari : Gelang Kulit Bahu, Gelang Sempuru, Gelang Ulo Betapo, Gelang Gepeng, dan Cenela untuk bagian kaki (Shanie, Arsan, Sumaryanto Totok, Triyanto 2017).

Sumber : Shanie, Arsan 2016 Gambar 2. Detail Aesan Gede pada Perempuan

Bungo Rampai mempunyai bentuk seperti Bunga cempaka yang mempunyai tangkai dan terbuat dari emas. Bungo Rampai berisi nilai – nilai religius yaitu manusia harus menutup aurat kepada lawan jenis yang bukan muhrim. Gandik mempunyai bentuk seperti ikat kepala yang terbuat dari kain beludru berwarna merah pada bagian atasnya dihiasi ornamen. Gandik mempunyai nilai berupa ketenangan hati dan fikiran. Tebeng Malu (pada laki – laki maupun perempuan) berbentuk bola – bola berwarna – warni yang dirangkai dan dipasang di samping telinga yang bermakna manusia harus menjaga pandangan (Shanie, Arsan, Sumaryanto, Totok, dan Triyanto, 2017).

Menurut Hikmawati, Eka (2017) nilai yang terdapat pada Gelung Malang, Kesuhan, dan Kelapo Standan adalah sebagai berikut : Gelung Malang ialah rambut yang digelung yang memberi kesan kerapian membentuk garis horizontal yang melengkung dengan makna bahwa Perempuan Palembang ialah sosok yang anggun yang mengutamakan kerapian dan mempunyai rasa ketenangan dalam menghadapi sesuatu, Kesuhun pada pengantin perempuan memilik motif hias cen yang berarti sebagai jalan kelahiran, asal kehidupan, dan dianggap sebagai penghormatan dan penghargaan kepada wanita sebagai pusat kehidupan.

Teratai adalah penutup dada dengan hiasan Bunga Teratai memiliki simbol baik laki – laki maupun perempuan harus mempunyai rasa kesabaran dan ketabahan hati dalam hal apapun, Songket yang sering digunakan pada adat pernikahan Palembang memiliki motif geometris abstrak murni yaitu perulangan garis zig – zag yang disebut motif tumpal memiliki simbol keramahan, ketertiban, dan saling menghormati pada masyarakat Palembang (Hikmawati, Eka 2017). Kebo Munggah menurut Shanie, Arsan, Sumaryanto, Totok, dan Triyanto (2017) berbentuk kalung tiga susun dengan ornamen bentuk kepala kerbau memiliki fungsi estetis.

Gelang Gepeng berbentuk bulat tipis dengan hiasan bunga dan tumbuhan, Gelang Sempuru berbentuk bulat pipih dan terbuat dari lapisan emas atau kuningan, dan Gelang Ulo Betapo berbentuk bulat dengan ornamen kepala ular di sekeliling gelang baik pada laki – laki maupun perempuan memiliki bentuk yang sama dan mengandung nilai sosial berupa rasa persatuan, saling menguatkan, dan menjaga kerukunan (Shanie, Arsan, Sumaryanto, Totok, dan Triyanto, 2017).

Canela merupakan alas kaki yang berbentuk seperti trompa atau slop. Perbedaan Cenela laki – laki dan perempuan hanya terdapat pada ukuran saja. Cenela memiliki simbol bahwa dalam melangkah di kehidupan harus mempunyai pelindung diri yaitu agama (Hikmawati, Eka 2017).

Sumber : https://www.weddingku.com/ Gambar 3, Aesan Gede pada perempuan

Selanjutnya, bentuk busana pada pengantin pria terdiri pada bagian, yaitu : Kesuhun dan Tebeng Malu. Pada bagian badan terdiri dari Kalung Kebo Munggah dan Slempang Sawit. Bagian tangan terdiri dari : Gelang Kulit Bahu, Gelang Sempuru, Gelang Gepeng, dan Gelang Ulo Betapo. Bagian kaki pengantin pria menggunakan Celano Sutra dan Cenela (Shanie, Arsan, Sumaryanto Totok, Triyanto 2017).

Sumber : Shanie, Arsan 2016/ Gambar 4 : Detail Aesan Gede pada laki – laki

Kesuhun pengantin laki – laki dan Selempang Sawit menurut Hikmawati, Eka 2017 adalah sebagai berikut : Kesuhan pangantin laki – laki terdapat dua motif, yaitu : motif hias cemen dan motif hias bunga. Motif hias cemen ini simbol bahwa seorang laki – laki harus mempunyai sifat berani. Seorang laki – laki mempunyati tugas pokok melindungi keluarga dan masyarakat. Motif kedua adalah motif hias bunga (Bunga Mawar). Motif Bunga Mawar merupakan lambing kesucian dan keagungan. Selempang Sawit merupakan selempang yang diselempangkan di bahu, baik laki – laki maupun perempuan. Ini mempunyai simbol bahwa laki – laki dan perempuan harus sejajar, tidak ada yang di atas dan tidak ada yang merasa di bawah (Hikawati, Eka 2017)

Celano Sutra yaitu celana berbahan sutra yang mempunyai motif ukel memiliki simbol berupa sifat lemah lembut (Shanie, Arsan, Sumaryanto Totok, Triyanto 2017). Adapun menurut Hikmawati, Eka (2017) pada bagian bawah celana terdapat bordiran yang berbentuk Bunga yang memiliki tangkai yang panjang atau menjalar yang disebut motif sulur. Motif ini sebagai simbol kebahagian dan kemujuran serta melambangkan harapan masa depan yang lebih baik.

Hits: 35469

Setya Thamarina

Hanya bisa berusaha dan berdoa.

Baca Artikel Lainnya