Liputan Trip Pendakian Ciremai #8

“There’s always a peak that will make you sure to keep moving. Take the first step, no more, no less, and the next will be revealed.” ~ Anonymous

Bila pantai menyenangkan, maka gunung menenangkan. Mendaki gunung adalah perjalanan dalam memaknai tujuan hidup juga menanggalkan kesombongan diri. Pada saat kita mengalami penat dan jenuh, gunung adalah tempat terbaik untuk mendapatkan semangat baru.

Titik penat itulah yang aku rasakan ketika sibuk beraktivitas dalam beberapa bulan terakhir. Keinginan untuk nanjak ‘muncul’. Namun secara fisik dan mental aku merasa kurang yakin dan kurang siap. Apalagi terhitung sudah empat bulan absen dari kegiatan menanjak, hiking atau camping di alam terbuka.

Akan tetapi, gunung akan terus memanggil. Seorang kawan membatalkan rencana perjalanan mendaki Gunung Ciremai, atap tertinggi di Jawa Barat, dan menawarkan untuk menggantikan dirinya. Berbekal sedikit keyakinan dan persiapan seadanya, akhirnya aku memutuskan ikut pendakian Ciremai yang diinisiasi oleh Backpacker Jakarta (BPJ).

Diakomodir oleh Afri dan Vikry sebagai CP serta Ari dan Epen sebagai CP backup/sweeper, pendakian Ciremai ke-8 kalinya ini dilaksanakan pada 30-31 Maret 2019. Dengan biaya sharecost Rp 297.293 (member) dan Rp 307.293 (nonmember), pendakian ini diikuti oleh 33 peserta. Meeting point di sekretariat BPJ pada Jumat (29/3/2019) malam.

CP trip, Afri dan Ari

Pukul 23.00 WIB, bus baru berangkat dari Jakarta menuju Kuningan. Taman Nasional Gunung Ciremai berada di dua kabupaten, Kuningan dan Majalengka. Kebetulan jalur pendakian yang kami ambil adalah Palutungan yang berada di kabupaten Kuningan. Jam 05.00 WIB, kami sudah sampai di Kuningan dan sekitar satu jam setelahnya kami sampai di basecamp Pos PPGC Palutungan.

Beberapa peserta mulai repacking, berganti pakaian dan sarapan terlebih dahulu. Kemudian dilakukan briefing mengenai rencana pendakian, lokasi camping, rencana summit, dll. Setelah briefing, perjalanan baru dimulai pukul 09.00 WIB. Diawali dengan doa dan semangat, pendakian Ciremai dimulai!

Di awal pendakian dari basecamp menuju pintu gerbang jalur Palutungan, trek masih didominasi aspal, ladang perkebunan, kandang sapi, ternak dan rumah warga. Setelah sampai di gerbang, perjalanan menuju Pos 1 – Cigowong masih tergolong landai meski cukup panjang, dan hanya sesekali menanjak.

Gerbang Pendakian Jalur Palutungan

Kemampuan fisik tiap peserta pun berbeda-beda, beberapa bahkan sudah menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Kurang lebih 2 jam setelah gerbang, kami sampai di Cigowong. Kami memutuskan untuk istirahat sejenak sambil mengisi perut serta mengisi persediaan air (karena ini lokasi terakhir yang memiliki mata air sebelum naik ke atas).

Perjalanan dilanjutkan, kali ini kami dihadapkan dengan trek yang ‘sesungguhnya’. Ya, selepas Pos 1 – Cigowong, perjalanan didominasi trek menanjak dengan kontur tanah, bebatuan dan akar pohon. Disinilah mental dan fisik teruji. Beberapa peserta bahkan ada yang sudah kram dalam perjalanan menuju pos selanjutnya seperti Kuta (Pos 2) dan Pangguyangan Badak (Pos 3).

Pukul 15.30 WIB, beberapa peserta sudah sampai di Pos 4 – Arban. Jalur berikutnya yang harus dilalui adalah Tanjakan Asoy (Pos 5) dengan trek curam serta jurang menganga di samping. Dengan bersusah payah kami melewati tanjakan tersebut demi menuju Pos 6 – Pasanggrahan 1 yang menjadi lokasi camping.

Pos 4 – Arban

Dalam kurun waktu kurang lebih dua jam, akhirnya kami sampai di Pasanggrahan 1. Beberapa teman yang sudah sampai lebih dulu langsung berinisiatif mendirikan tenda serta memasang flysheet. Ada yang memasak dan menyiapkan makan malam, sementara yang lainnya beristirahat di tenda. Jam 7 malam, makanan tersaji dan kami semua menikmati makan malam sambil mengisi tenaga untuk summit besok pagi.

Sampai di Pasanggrahan
Makan Malam

Rencananya, kami akan summit pukul 03.00 WIB. Sayangnya, karena bawaan ‘mager’ meski sudah melek, masih ada peserta yang berdiam di tenda. Summit baru dilakukan pukul 04.30 WIB. Trek menanjak dengan cuaca dingin di pagi hari menjadi tantangan tersendiri. Bahkan ada peserta yang tak sanggup muncak sehingga memutuskan untuk turun dan kembali ke tenda.

Setelah melewati Pos 7 – Sanghyang Ropoh, kami akhirnya sampai di batas vegetasi dimana pohon-pohon tinggi sudah tidak mendominasi. Namun…..perjalanan menuju puncak masih sangat jauh. Trek menuju ke atas didominasi tanah bebatuan curam yang lebih sadis dari Tanjakan Asoy. Tak jarang, beberapa dari kami berhenti untuk sekedar mengambil napas.

“Puncak memang nggak kemana-mana, tapi belum tentu kita bisa kesini lagi.”

“Gue sudah berjalan sejauh ini, dan rasanya tanggung kalau tidak muncak.”

Itulah beberapa obrolan penyemangat di antara kami dalam perjalanan menuju puncak. Meski nafas sudah tersengal-sengal, kaki sudah lelah, namun perjalanan menuju puncak harus tetap dilakukan. Puncak masih jauh, tapi perjalanan turun ke bawah lebih jauh lagi. Dari kejauhan matahari sudah terbit di ufuk timur, namun puncak rasanya masih teramat jauh.

Kami tiba di Simpang Apuy, pertigaan yang mempertemukan jalur Palutungan-Apuy. Kurang lebih 20 menit setelahnya, kami sampai di persimpangan menuju Goa Walet (Pos 8). Pucuk tinggal sebentar lagi. Akhirnya usai menapaki langkah selama hampir tiga jam (sekitar pukul 07.30 WIB), kami semua sampai di puncak, atap tertinggi bumi pasundan dengan ketinggian 3078 mdpl. Yeaayyyy!

Simpang Apuy
Atap tertinggi bumi pasundan

Beruntung, cuaca saat itu cerah. Dari kejauhan kami bisa melihat kawah serta lautan awan. Perjalanan melelahkan menuju puncak terbayar dengan pemandangan yang indah. Mengabadikan momen sangatlah wajib, apalagi ada banyak properti digunakan mulai dari plat, bendera merah putih, sampai kain tenun. Karena ada peserta yang telat sampai puncak dan masih ada sesi foto bersama, kami baru turun sekitar pukul 09.00 WIB. Beberapa peserta memutuskan ke Goa Walet untuk mengambil persediaan air, sementara sisanya memutuskan kembali ke tenda.

Hello Ciremai
Suhu Trip Gunung BPJ
Kawah Ciremai
Goa Walet

Jam 12.00 WIB, kami semua kembali ke tenda dengan brunch yang sudah tersedia (karena ada peserta yang tidak summit dan memasak makanan di tenda). Sebagai catatan, mayoritas peserta tidak sarapan saat muncak dan hanya membawa logistik seadanya sehingga sangat tepat jika menyebut waktu makan ini sebagai brunch, gabungan dari breakfast (sarapan) dan lunch (makan siang).

Turun dari puncak

Selesai makan, kami semua membereskan peralatan, tenda, logistik, dll. Sekitar pukul 13.30 WIB, perjalanan turun dimulai dengan suara gemuruh yang menandakan akan segera turun hujan. Perjalanan turun ternyata tak kalah melelahkan, ada peserta yang mengeluh kaki kram, mereka yang sudah tak sanggup melanjutkan perjalanan memutuskan untuk naik ojek dari Cigowong menuju basecamp.

Jam 6-7 malam, barulah semua peserta kembali ke basecamp. Ditambah hujan deras turun sejak maghrib yang mengakibatkan ada peserta yang telat sampai. Setelah bersih-bersih dan makan malam, akhirnya kami akan melanjutkan perjalanan pulang…. ke ibukota.

Pendakian Ciremai memang memberi banyak pelajaran. Bagiku pribadi, Ciremai memang berbeda dengan gunung yang pernah kudatangi. Persiapan matang, kelengkapan peralatan serta logistik yang cukup mutlak diperlukan. Belum lagi fisik mumpuni karena Ciremai tergolong gunung level medium mengingat panjangnya jalur serta treknya.

Namun sekali lagi, kita harus mengingat kembali bahwa tujuan mendaki adalah pulang ke rumah dengan selamat, puncak hanyalah bonus. Bagi mereka yang belum sampai puncak, apresiasi patut diberikan atas semangat juangnya hingga mampu melangkah sejauh itu. Bagi mereka yang berhasil summit, perjuanganmu belum usai karena masih ada puncak gunung lain yang lebih tinggi yang memanggil kalian.

Akhir kata, jadilah pendaki yang menginspirasi. Yang tidak meninggalkan apapun kecuali jejak, tidak mengambil apapun selain gambar, serta tidak membunuh apapun kecuali waktu. Tunduklah saat mendaki, tegaklah kala menurun.

Salam lestari..

***

Testimoni peserta Trip Ciremai:

Desi (nonmember), ‘anak ilang’ yang nyasar di Ciremai

“Baru pertama kali ngikut pendakian yang awalnya nggak kenal siapa-siapa, udah kayak ‘anak ilang’. Tapi ternyata timnya seru banget banget, strong-strong pula. Bener-bener nggak nyesel dan pengen ikutan pendakian lagi di BPJ. Thank you BPJ untuk pengalaman yang tak terlupakan dan teman-teman baru yang super asik.” (Desi – Nonmember)

Ayi (RT8) yang lebih suka pantai daripada gunung

“Pendakian ke ciremai ini merupakan pendakian yang paling asik selama ikutan trip BPJ, selain CP-nya yang kocak, sabar nungguin, bersedia direpotin nitip carier juga, hehehe. Teman-temannya pun kompak. Mulai dari nanjak yang saling support, di camp langsung masak bareng dan makan bareng, sebelum turun pun disempet-sempetin main UNO dulu. Pokoknya trip ciremai ini nggak akan dilupain, terima kasih semua, semoga nanti bisa nanjak bareng lagi ya ;)” (Ayi – RT #8)

Om Ari (RT12) bersama pasangan pendakinya, Tante Dian

“Trip ini, sungguh luar biasa. Salut untuk kakak CP dan kakak CP backup yang setia, rela menunggu dan menyemangati kami yang mulai goyah di track. Sampai bisa summit, cuaca dan semesta yang elok menghilangkan penat yang melanda. Yeayyy.. semua peserta summit dengan sempurna. Salut juga buat kawan-kawan setrip. Kalian asik dan luar biasa!” (Om Ari – RT #12)

Author : Deny Oey (member of Kubbu & Be The Light)
Editor : @febe_shinta

Hits: 1271

admin

Komunitas Backpacker Jakarta adalah sebuah komunitas Travelling yang didirikan pada 5 April 2013 dan berpusat di Jakarta dan sekitaranya (Bogor, Tanggerang, Bekasi dan Depok.

Instagram : @backpackerjakarta
Tiktok : @backpackerjakarta
Twitter : @official_bpj
Facebook : backpackerjakarta
Group Wa : 081237395539

Baca Artikel Lainnya