Pulau Samosir terkenal akan objek wisata yang dapat dinikmati oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Mayoritas masyarakatnya bersuku Batak. Mereka mendiami kota maupun perkampungan yang ada. Kebudayaan Suku Batak ini, juga menarik untuk dijadikan objek wisata.
Anda akan tertarik untuk mengujungi sebuah pedesaan bernama Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan. Terletak di antara Pelabuhan Tomok dan Pangururan. Butuh waktu sekitar 40 menit dari Desa Tomok atau 20 menit dari Pangururan melalui jalan darat. Tidak ada tiket masuk yang dikenakan bagi pengunjung yang ingin berwisata ke desa ini.
Desa pengrajin Ulos sebenarnya telah lama terbentuk dengan tujuan untuk melestarikan kain tenun khas Batak agar tidak punah seiring dengan berkembangnya mode yang semakin lama menyebabkan warisan Indonesia tersebut semakin tenggelam. Serta beberapa alasan lainnya untuk mempertahankan eksistensi kain ulos tersebut agar tetap digunakan pada momen-momen tertentu.
Indahnya danau Toba tersaji sepanjang perjalanan. Pemandangan Gunung Pusuk Buhit juga ikut mewarnai panorama tanah Batak ini. Selain itu, perkampungan Batak dengan rumah adatnya “Jabu Bolon” mengiringi perjalanan di sisi kiri dan kanan. Anda juga dapat menemukan sebuah tugu atau makam Batak yang khas dengan bangunan bertingkat dan bermotif gorga.
Kerajinan
Desa Lumban Suhi-suhi Toruan kerap dikunjungi para wisatawan baik asing maupun lokal karena kerajinan kain tenunnya. Ulos adalah kain terun khas Batak berbentuk selendang. Secara harfiah, berarti selimut yang menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara dingin.
Sebagai simbol dari harga diri orang Batak, ulos kaya akan motif yang masing-masing memiliki makna dan arti filosofis tersendiri. Ulos yang dihasilkan dari desa ini merupakan hasil kerajinan dari warga setempat yang dikerjakan baik dengan tangan maupun dengan alat tenun.
Para wanita setempat menenun Ulos di luar rumah atau di bawah pohon sambil bercengkerama satu sama lain. Duduk di atas papan kayu dan juga ada yang di tikar dengan peralatan tenun di atas kaki mereka. Bilah-bilah kayu digerakkan, maju mundur untuk merapikan benang, dan mengencangkan tenunan.
Sambil menenun, sebuah selongsong benang diluncurkan dari sudut kanan ke kiri serta sebaliknya untuk membuat motif. Kemampuan menenun ini diwariskan turun-temurun dan dilakukan sejak usia muda. Sejumlah alat tenun dan pemintal benang hingga kain-kain yang menggantung menjadi pemandangan yang asyik di desa ini.
Pengunjung yang datang ke desa ini dapat membeli ulos langsung dari tangan para penenun. Harganya berkisar antara 300 ribu rupiah hingga 500 ribu rupiah untuk jenis ulos standar berbahan benang sutra. Sedangkan untuk ulos dengan kualitas tinggi bisa mencapai 1 juta hingga 5 juta rupiah. Harga ini sangat layak mengingat proses pengerjaannya yang tidak mudah dan memakan waktu lama. Untuk pengerjaan satu kain ulos saja, bisa memakan waktu sekitar 1 – 4 minggu. Tergantung dari jenis kain dan tingkat kerumitan.
Dalam proses pembuatan Ulos, para pengrajin menggunakan bahan-bahan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Gunanya untuk menjaga kualitas kain tenun ulos agar tetap awet dan tidak mudah luntur. Bahan-bahan pewarna alami tersebut mudah di dapatkan di sekitar Pulau Samosir.
Para pengrajin tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih untuk membeli bahan-bahan pewarna buatan yang harganya cukup mahal, dan dapat mempengaruhi kualitas kain tenun Ulos. Masyarakat Batak umumnya menggunakan kain ulos pada acara-acara adat, pernikahan, pemakaman, maupun pesta marga. Buat pengunjung, ulos bisa menjadi cinderamata.
Sumber: medan.panduanwisata.id, lionmag.net
Views: 1380