Liputan Trip Sharecost Sumba Part #2 – Bagian ke 2

Sebelum kamu membaca liputan yang satu ini, kamu harus baca Liputan Trip Sumba Part 2 bagian pertama dulu ya, nah ini linknya : Liputan Trip Sharecost Eksplore Sumba Part #2 – Bagian Pertama

Memasuki hari ketiga, tepatnya hari Sabtu tanggal 17 April 2018 kita menuju kawasan Sumba Tengah dan Sumba Timur. Namun sebelum tiba di kawasan Sumba Timur kita mengeksplore terlebih dahulu wisata yang ada di kawasan Sumba Barat seperti Pantai Marosi yang lokasinya cukup jauh dari kota Tambolaka.

Ini dia Pantai Marosi di Sumba

Mengingat perjalanan kita menuju timur, maka destinasi wisata yang kita kunjungi juga mengarah ke timur. Pantai Marosi yang menjadi destinasi pertama kita di hari kedua. Pantai Marosi cukup indah, pasirnya putih dan lautnya biru.

Pantainya Pasir putih tapi panass banget disana

Hamparan pohon kelapa di pinggir pantai membuat kawasan ini semakin menawan, terlebih di ujung pantai ada sebuah pulau kecil yang menambah kesan istimewa. Sekitar 1 jam kita menghabiskan waktu di pantai ini dan melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Lapopu yang berada di kawasan Sumba Timur.

Selengkapnya tentang pantai Marosi bisa kalian baca disini : Pantai Marosi, Surga Yang Jarang Terjamah di Sumba Barat

Air Terjun Lapopu

Perjalanan yang dibutuhkan dari Pantai Marosi hingga Air Terjun Lapopu adalah sekitar 2 jam perjalanan dengan melewati kawasan perbukitan dan persawahan yang sangat indah. Panasnya cuaca kala itu tak menyurutkan semangat kita untuk mengeksplore keindahan Sumba.

Air Terjun Lampopu

Air Terjun Lapopu sendiri berada di kawasan Taman Nasional Menupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (Mana Lawa) di Pulau Sumba. Ada kejadian yang lucu saat bus yang kami naiki melewati hutan dan jalanan setapak yang cukup terjal. Mengingat jalurnya cukup sempit dan jarang ada kendaran besar yang melintas seukuran kendaraan yang kita naiki maka jarang ada yang berani masuk hingga kelokasi parkiran.

Sulitnya medan membuat bus beberapa kali berhenti bahkan terhalang pohon tumbang

Itu sebabnya masih banyak pohon-pohon besar yang belum terjamah oleh kendaraan besar sehingga begitu bus yang kami naiki melintas di tempat itu sempat tertahan oleh pohon besar yang melintang tepat di atas atap mobil. Karena di atas mobil dijadikan tempat meletakan barang-barang maka kendaraan kita tak bisa melintas sehingga para kru bus harus memindahkan koper dan tas satu-persatu.

Penampkan air terjun

Sekitar pukul 12.30 siang akhirnya kami tiba juga di area parkiran air terjun. Pengelola setempat sepertinya menjaga tempat ini dengan baik hal ini terlihat dari kelengkapan fasilitas dan juga media informasi yang cukup jelas. Dari area parkir menuju lokasi Air Terjun Lapopu jaraknya tak terlalu jauh hanya dibutuhkan sekitar 20 menit saja menyusuri pinggiran sungai.

Melintasi sungai untuk menuju air terjun lapopu

Biasanya selalu ada guide setempat yang menawarkan jasa antar hingga ke lokasi air terjun padahal jaraknya dan petunjuknya sendiri cukup jelas. Oh ya ada sebuah jembatan bambu yang harus kita lewati untuk menyebrangi sungai karena Air Terjun Lapopu akan terlihat jelas dari arah sebrangnya.

Untuk informasi lebih lanjut soal Air Terjun Lapopu kalian bisa baca artikel ini : Indahnya Air Terjun Lapopu Sumba

Rasa lapar yang mulai menyapa membuat kita harus bergegas meninggalkan air terjun. Setelah semuanya berkumpul kami akhirnya meninggalkan lokasi tersebut untuk segera mencari tempat makan.

Kampung Adat Praijing

Kampung Adat Praijing menjadi destinasi terakhir kita di hari sabtu sebelum akhirnya kita menuju kota Waingapu dan beristirahat di hotel. Sekitar pukul 16.30 kami tiba di kampung adat yang cukup unik ini. Berbeda dengan Kampung Adat Ratenggaro yang ada di Sumba Barat Daya, Kampung Adat Praijing memiliki bentuk atap rumah yang lebih pendek dan lebih lebar.

Kampung Adat Praijing

Sama seperti sebelumnya jika kita datang memasuki kampung adat harus terlebih dahulu izin kepada tetua setempat dan memberikan uang semampunya sebagai donasi. Kampung Adat Praijing sendiri terletak di Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini di kampung tersebut ada 38 rumah tradisional khas Sumba. Kampung ini terletak diatas perbukitan dan lokasinya cukup jauh dari jalan raya namun kendaraan besar seperti bus yang kami naiki masih bisa melaluinya hingga area parkir kampung.

Kampung adat Praijing

Menjelang mahgrib kami berpamitan untuk pulang dan harus bergegas menuju hotel sekaligus mencari lokasi makan malam. Beruntung kota Waingapu sendiri cukup ramai dan merupakan salah satu kota yang paling pesat kemajuannya dibanding kota lainya di Sumba sehingga tak susah mencari tempat makan.

Kampung adat Praiijing dilihat dari puncak

Selengkapnya tentang Kmapung Adat Praijing bisa kamu baca infonya disini : Kampung Adat Praijing, Kampung Adat yang paling terkenal di Sumba Barat

Selama di Waingapu kita menginap di Hotel New Kaliuda yakni sebuah hotel yang cukup tua dan sedikit unik. Pemiliknya tidak mengijinkan semua tamunya keluar malam diatas pukul 10.00 karena gerbang hotel akan dikunci. Semua kamar di hotel ini kami booking sehingga hanya ada rombongan kami yang menginap di hotel ini.

Minggu 17 April 2018

Subuh sekitar pukul 04.30 pagi kami sudah bersiap untuk mengejar sunrise di Bukit Warinding. Meski rasa kantuk masih amat terasa namun antusias teman-teman menikmati sunrise di Bukit Warinding mengantarkan kendaraan kita melaju dengan cepat.

Berburu sunrise di Bukit Warinding

Matahari dengan cepat mulai menampakan auranya. Warna emas di atas langit memenuhi hampir semua kawasan di bukit yang sangat indah ini. Beruntung kami tiba tepat waktu sehingga saat tiba di atas perbukitan kami menyaksikan keindahan sunrise yang amat mempesona.

Sunrise dibukit Warinding
Sunrise dibukit warinding

Jarak tempuh yang dibutuhkan untuk tempat ini dari pusat kota Waingapu hanya 30 menit saja. Dari tempat memarkirkan kendaraan kita harus mendaki bukit sekitar 10 menit untuk sampai di atas bukit dan melihat betapa menakjubkanya hamparan rerumputan disemua penjuru bukit. Tuhan memang selalu punya cara melukiskan keindahanya pada alam semesta. Kamipun dibuat takjub dengan keindahan perbukitan di Warinding.

Indahnya Bukit Warinding

Selengkapanya tentang bukit indah ini bisa kalian baca disini : Bukit Wairinding, Permadani Taman Surga Di Tanah Sumba

Keindahan Bukit Wairinding membuat kita lupa jika jam sudah menunjukan pukul 09.00 yang artinya kita harus segera meninggalkan bukit ini dan menju destinasi selanjutnya yakni Air Terjun Tanggedu.

Surga Tersembunyi di Air Terjun Tanggedu

Sebelum kami lebih jauh meninggalkan kota, kami menyempatkan sarapan terlebih dahulu. Beruntung sebelum kami ke Bukit Warinding, kami sudah memesan sarapan terlebih dahulu kepada ibu-ibu yang menjual sarapan di pasar.

Perjalanan menuju Air Terjun Tanggedu tak semudah dan tak semulus jalan atau jalur destinasi lainya. Waktu yang sangat lama sekitar 3 jam perjalanan darat melalui jalur berliku dan terjal harus dilewati. Namun selama perjalanan menuju Air Terjun Tanggedu, kamu akan dibuat takjub dengan lanskap atau pemandangan alam di sekitar jalan.

Pemandangan savana luas membentang selama diperjalanan

Hamparan savana dengan binatang ternak yang dibiarkan terlepas akan memanjakan mata kita. Kuda-kuda, sapi atau kerbau yang berlarian menambah kesan menggumkan selama mata melihat kesegala penjuru. Saya pribadi amat menyukai pemandangan seperti ini sehingga beberapa kali berteriak membangunkan teman-teman untuk melihat keindahan yang amat sangat sayang dilewatkan.

Terjalnya jalan dan medan yang menanjak membuat kita sering kali menahan nafas dan memejamkan mata. Kehebatan supir dan kru bus menjadi kekaguman tersendiri bagi kita. Bahkan kita beranggapan sama jika hanya beliaulah yang mampu menembus terjalnya jalanan ke Tanggedu dengan bus sebesar ini. Tepat pukul 11.30 kami akhirnya tiba di pemberhentian terakhir sebelum akhirnya kita harus berjalan kaki menuju Air Terjun Tanggedu.

Treking menuju lokasi Air Terjun Tanggedu

Terik matahari yang selalu menemani membuat langkah kita sedikit terhambat. Ada beberapa tanjakan yang sangat terjal dan curam harus kami lalui. Namun pemandangan persawahan dan juga perbukitan menuju air terjun membuat rasa lelah kita berkurang. Sekedar informasi jika kita harus hati-hati dengan palakan warga setempat. Memang amat disayangkan bila tempat seindah itu harus dinodai dengan premanisme dimana seharusnya pemerintah sudah harus lebih peka akan potensi wisata air terjun ini.

Pemandangan yang bisa kita lihat selama treking menuju air terjun  Tanggedu

Sebelum akhirnya kita bisa melihat langsung keindahan air terjun, kita dihadapkan dengan turunan yang sangat curam dan harus melewati tebing yang memiliki kemiringan hampir 90 derajat. Sekitar 1,5 jam perjalanan yang kami tempuh hingga akhirnya kami tiba di lokasi Air Terjun Tanggedu. Tak ada kata lain yang keluar dari kami selain kekaguman akan keindahan air terjun ini.

Indahnya air terjun Tanggedu

Airnya yang jernih dan berwarna hijau dipadukan dengan aliran sungai dari 2 penjuru yang berbeda serta tebing-tebing indah di sekitarnya menjadikan air terjun ini seperti oase di padang savana yang tandus. Rasa lelah kami pun hilang seketika saat badan ini mulai dibasahi dengan segaranya Air Terjun Tanggedu.

Foto bersama di air tejun Tangedu

Air Terjun Tanggedu memilki banyak aliran air terjun kecil di sekitar air terjun utama. Inilah yang membuatnya terlihat sangat menarik dan menggumkan. Bahkan di atas aliran air terjun utama kita bisa bermain air di kolam-kolam yang ada di sekitar sungai. Namun tetap harus diingat, karena bebatuan di sekitar air terjun ini cukup licin jadi harus tetap waspada ketika melewatinya. Terlebih jika kalian ingin berfoto di sebrang air terjun, kalian harus melewati aliran sungai melalui jalur diatas air terjun utama.

Keindahan air terjun Tangedu

Sekitar 2 jam lamanya kita menikmati keindahan Air Terjun Tanggedu. Mengingat hari sudah mulai sore dan perut sudah mulai lapar, akhirnya kita memutuskan untuk pulang. Jalan yang terjal dan curamnya tanjakan harus kami lewati kembali. Kembali kami diminta retribusi oleh warga setempat saat akan meninggalkan perkampungan sekitar air terjun. Namun setelah melalui perdebatan yang alot akhirnya kami berhasil menolak dan melewati perkampungan tersebut tanpa membayar lagi.

Pukul 15.00 kami akhirnya tiba di kota Waingapu lagi. Perlu diingat jika hari minggu di Waingapu adalah hari libur bagi warga setempat sehingga banyak toko dan tempat makan yang menutup jualannya. Bahkan kami harus memutari kota hanya untuk mencari tempat makan. Akhirnya karena keterbatasan tempat dan menu makanan yang ada kami membagi 2 group yakni rombongan yang makan nasi padang dan rombongan yang makan bakso agar tak perlu mengantri lagi.

Info lebih lanjut mengenai Air Terjun Cantik ini bisa kamu baca disini : Air Terjun Tanggedu; Secuil Surga di Ujung Timur Sumba

Pantai Walakiri – Senja terindah di Tanah Sumba

Puas menikmati makan siang, kamipun beranjak meninggalkan kota menuju Pantai Walakiri yakni sebuah pantai indah yang berada di kecamatan. Pantai Walakiri menjadi destinasi terakhir yang kita kunjungi selama kita di Sumba. Pantai ini merupakan pantai favorit yang dijadikan lokasi melihat tenggelamnya matahari oleh warga setempat dan juga bagi wisatawan yang datang ke Sumba Timur.

Dari kota Waingapu sendiri hanya dibutuhkan waktu sekitar 1 jam saja. Jalan menuju pantai ini juga cukup baik dan petunjuknya cukup jelas jadi kalian tak perlu khawatir tersesat. Tepat pukul 17.00 waktu setempat, kami tiba di Pantai walakiri.

Tanaman Mangrove yang menjadi icon pantai Walakiri

Tiba di pantai ini membuat kami terkagum-kagum dengan banyaknya Pohon Bakau yang membentuk lekukan-lekukan unik berada tepat di pinggir pantai. Kebetulan saat itu sedang surut sehingga kita bisa berjalan menuju tengah pantai dan berfoto bersama Pohon Bakau yang beraneka bentuknya. Keunikan Pohon Bakau dengan paduan temaram cahaya matahari sore menjadikanya sebagai salah satu pantai yang paling unik sekaligus menjadi pantai terbaik menikimati sunset yang indah.

Tak heran bila di pantai ini banyak sekali wisatawan yang datang menghabiskan harinya. Ada yang sekedar berfoto dengan tanaman bakau ada juga yang hanya bermain air dan ada juga yang menikmati senja dengan berjoged di bibir pantai. Mengabadikan momen indah tak cukup hanya samapai matahari tenggelam. Bahkan sisa warna senja masih saja diburu oleh mereka yang tak henti-hentinya takjub dengan keindahan Sumba.

Puas menikmati senja di Pantai Walakiri kami kembali berkumpul disalah satu rumah warga memesan ikan bakar dan menikmati makanan khas desa ini. Cukup lama kami menghabiskan waktu disini sembari menikmati makan malam dan berjoged bersama. Setelah puas akhirnya kami kembali kepenginapan untuk beristirahat sebab besok harinya kami harus bergegas meninggalkan Sumba.

Baca selengkapnya tentang keindahan Pantai Walakiri disini : Semburat Jingga Yang Manja Di Pantai Walakiri

Senin 19 April 2018

Hari terakhir di Sumba kami habiskan dengan berbelanja di pasar dekat dengan tempat kampi menginap. Pasarnya cukup besar dan cukup lengkap menjual berbagai kebutuhan termasuk menjual kain-kain khas Sumba dan juga makanan khas Sumba. Pasar ini sendiri menjadi central perdagangan di kota Waingapu sehingga cukup ramai oleh pedagang dan pembeli.

Perpisahan dibandara Waingapu

Puas berbelanja kami segera meninggalkan penginapan dan bergegas menuju bandara Waingapu untuk segera berpamitan dan berpisah bersama teman-teman lainya. Oh ya haru itu tak semua peserta pulang sebab beberapa peserta masih ada yang extend hingga selasa. Sebelum trip berakhir kami berfoto bersama mengenang kebahagiaan yang pernah kita lewati di pelataran surga di tanah Sumba.

DOKUMENTASI

1. Galeri Foto Maya & Bo 

TESTIMONI PESERTA

1. Maya @myadew

Ini pertama kali ikut tripnya BPJ. Awalnya udah males ikut dan sempat pengen batal karena diinfoin tidak ada snorkling. Tapi setelah dipikir2, pasti tempat yang lain (di Sumba) banyak yg bagus jadi bisa ngobatin kecewanya. Daaann..saya tidak menyesal ikut trip ke Sumba ini. Karena setiap mata memandang rasanya tidak akan puas akan kecantikan alam Sumba. Ditambah Kang CP yg mantep dan temen2 yang keren, jadi makin2 seneng ikut trip kali ini. Terima kasih buat kebersamaannya. Terima kasih buat semuanya.

2. Afgan – BPJ #33

Trip pulau sumba part 2 Sudah beberapa kali ikut trip bpj dan kali ini ikut trip yang lumayan jauh yaitu ke pulau sumba yang selalu mengimpikan untuk bisa ngetrip ke pulau itu.Gak tau kenapa langsung falling in love aja sama pulau yang indah itu. Bertemu dan ngetrip bareng orang” dari berbagai kota dan disatukan disuatu pulau sumba yang menghipnotis mata. Kebersamaan dengan orang baru, menikmati pesona alam sumba yang indah yang kaya akan budayanya , bahkan kebiasaan yang agak ekstrem di satu tempat tertentu. Seru banget dan memang setiap trip selalu ada hal baru . Setiap perjalanan menuju tempat destinasi selalu disuguhkan dengan pemandangan indah yang membuat mata tak lepas memandang itu semua. Big thanks buat single fighter Cepe, kak Omed, yang tetep sabar dan care bgt meski sering direpotkan dengan kita”. The last, makasih banget ke backpacker Jakarta yang sudah memberi kesempatan buat gue agar bisa wujudin mimpi gue untuk menginjak tanah Humba. Senang bisa menjadi bagian dari BPJ .

3. Nova BPJ#6

Ini trip paling jauh tapi juga paling dadakan yang pernah saya ikuti. H-1 baru fix mau ikut dan buru2 beli tiket. Alhamdulillah tripnya berjalan lancar dan seru. Tempat wisatanya keren2 dan selama trip alhamdulillah kebagian kamar yg ada AC dan kamar mandi dalamnya. Sharecost murce bgt dan banyak kang foto juga. Yang paling berkesan adalah liat kuburan2 orang sumba yang ada di halaman depan rumah. Menandakan betapa orang sumba begitu menghormati anggota keluarganya, meskipun sudah meninggal. Saya juga suka banget liat kuda berkeliaran bebas di padang rumput. Dan malam hari bintangnya banyak bgt. Beberapa teman bahkan melihat bintang jatuh. Sayang saya belum beruntung.

Views: 793

Emye

Seorang Traveller yang hanya membantu untuk mempromosikan setiap wisata di Indonesia. ( Follow Instagram @kataomed - wa 081237395539 )

Baca Artikel Lainnya