Tanah Sumba, Pulau Yang hilang dan terlupakan. Begitulah kira-kira sebutan atau julukan bagi pulau Sumba, hal ini dikarenakan banyak wisatawan yang lebih memilih berlibur ke Lombok atau Flores dibandingkan ke pulau Sumba.
Namun kini anggapan tentang pulau sumba tanah yang hilang sudah mulai berubah semenjak 2 tahun terakhir dimana sudah mulai banyak traveler maupun pihak-pihak terkenal baik dimedia social maupun selebriti yang datang kepulau Sumba.
Buat kalian yang pernah menonton beberapa judul film seperti film Susah Sinyal, Pendekar Tongkat Emas atau Marlina si Pembunuh dalam 4 babak mengambil tanah sumba sebagai lokasi syutingnya.
Pesona Sumba dengan segala keindahanya mengantarkan Backpacker Jakarta kembali ingin mengeksplore lebih dalam lagi semua wisata keren di pulau yang terkenal dengan budayanya ini.
Nah tepat pada tanggal 14-18 April 2018 lalu, BPJ kembali mengadakan trip eksplore Sumba untuk yang kedua kalinya.
Ada 24 peserta yang ikut trip eksplore sumba dan trip kali ini dikooridinir oleh Emye & Arlan, sayang Arlan sendiri cancel jadi CP karena kesibukanya yang tak bisa ditinggalkan.
Meeting Point utama dipusatkan dibandara Tambolaka kabupaten Sumba Barat Daya. Oh ya di pulau sumba ini ada 4 kabupten yang berdiri dan masuk kedalam provinsi Nusa Tenggara Timur alias NTT.
Kota Tambolaka sendiri adalah ibu kota kabupaten sumba Barat Daya atau disingkat SBD dan hasil pemekaran dari kabupaten sumba Barat yang beribu kota Waikabubak.
2 kabupaten lainya adalah Sumba Timur dengan ibu kota Waingapu dan kabupaten sumba Tengah dengan ibu Kota Mananga.
Pukul 14.00 waktu setempat semua peserta sudah tiba dibandara Tambolaka. Sebenarnya sehari sebelum jadwal keberangkatan sudah ada 10 peserta yang tiba lebih awal yakni ka Emye, Richo, Ibeth, Yanti, Putri, Dhea, Merlyn, Tri Abo, Sansan, Anis dan Kenya.
Mereka berkesempatan diajak keliling Tambolaka lebih dahulu dan mengunjungi pantai lainya seperti pantai Kita dan berbelanja dipasar tradisional setempat.
Seperti biasanya trip ke arah Timur, selalu saja ada sedikit keterlambatan maskapai penerbangan yang mengharuskan mereka delay selama hamper 1 jam lebih sehingga meeting utama yang tradinya pukul 14.00 beralih kepukul 16.00 waktu setempat. Itupun masih ada 6 orang lainya yang juga mengalami keterlambatan penerbangan karena delay sehingga mereka dijadwalkan akan dijemput pukul 18.00 di bandara Tambolaka.
Setelah menjemput rombongan lainya yang tiba pukul 16.00 kami bergegas menuju pantai Kawona yakni salah satu pantai indah di sumba barat daya sekaligus menyaksiskan sunset disana.
Pantai kawona cukup sepi dan terbilang masih alami karena jalan menuju pantai ini juga hanya bebatuan kasar dan menyusuri area perkebunan warga. Dibutuhkan sekitar 1 jam lebih dari bandara untuk bias sampai dipantai ini.
Pantainya sangat bersih, pasirnya juga sangat lembut dan ombaknya tak telalu besar sehingga banyak peserta yang akhirnya menyeburkan dirinya berenang dipantai selain tentunya juga menghabiskan waktu untuk berfoto keeceh.
Sekitar pukul 17.30 akhirnya kami memutuskan pulang dan tak jadi menunggu sunset tiba karena harus menjemput rombongan terakhir yang datang.
Karena hotel di Tambolaka cukup terbatas dan kamar yang ada juga kebanyakan tidak tersedia dalam jumlah banyak Kami akhirnya menginap disalah satu penginapan yang cukup mewah yakni dirumah biara Suster ADN dimana rumah ini biasa dijadikan hotel sekaligus penginapan bagi yang membutuhkan.
Hotelnya cukup bersih, aman dan nyaman. Jauh dari pusat keramaian sehngga tempat yang cocok untuk beristirahat.
Setelah menjemput peserta rombongan terakhir dibandara Tambolaka, kami segera bergegas menuju hotel tempat kami menginap.
Oh ya malam itu ada undangan dari keluarga bang Jery sebagai tuan rumah sekaligus pemilik bus yang akan kami tumpangi selama di Sumba.
Om Jery dan keluarga menymbut kita dengan hangat dirumahnya yang sederhana dan disana kita diajarkan tentang tradisi sumba semperti menyirih, minum-minuman khas sumba dari buah lontar semacam arak dan juga menyempatkan untuk makan malam bersama.
Hari itupun ditutup dengan pamitan pulang untuk segera istirahat di hotel mengingat perjalanan masih cukup panjang.
Jumat 15 April 2018
Pukul 08.00 kami sudah bergegas untuk bersiap berangkat menuju destinasi pertama yakni Danau Weekuri.
Perjalanan menuju danau ini cukup jauh dibutuhkan sekitar 2 jam perjalanan hingga akhirnya sampai didanau yang sangat terkenal akan keindahanya ini.
Perlu diingat jika kita akan menuju danau Weekuri maka kalian harus membawa bekal makan siang, hal ini dikarenakan keterbatasan orang yang menjual makanan dikawasan tersebut.
Indahnya Danau Weekuri
Danau Weekuri sendiri adalah sebuah laguna yang cukup besar dimana air danaunya terasa cukup asin. Rasa asin itu sendiri bearsal dari ombak yang masuk kedalam lobang-lobang ditepi danau Weekuri.
Danau Weekuri sangat indah dan airnya sangat jernih. Dari atas bebatuan karang atau tebing disekitar danau, kita bisa melihat secara keseluruhan bentuk danau keren ini.
Lebih dari 2 jam kita menghabiskan waktu di danau Weekuri. Kita tak hanya sekedar menikmati keindahan danau saja namun ada banyak peserta yang menikmati keindahan danau dengan berenang, berfoto hingga loncat dari atas dermaga.
Kita juga menyempatkan untuk makan siang terlebih dahulu diarea gazebo atau tempat istirahat pengunjung sebelum akhirnya beranjak pergi menuju destinasi kedua yakni pantai batu cincin alias Pantai Bawana.
Namun sebelum kalian beranjak ke cerita selanjutnya, kalian bisa baca info selengkapnya tentang danau weekuri disini : Danau weekuri Sumba
Ini dia icon Sumba Barat Daya, Pantai Bawana Atau Pantai Batu Cincin
Perjalanan dari danau Weekuri ke Pantai Bawana cukup jauh. Butuh sekitar 2.5 jam perjalanan menyusuri perkebunan dan jalan yang berliku.
Bahkan mobil yang kami naiki sempat berhenti ditanjakan yang cukup terjal dan kita lebih memilih turun agar lebih aman. Beberapa kali kita Melintasi perkampungan yang tidak ada listrik dan sinyal membuat perjalanan kali ini terasa semakin seru.
Sebelum kami tiba di kawasan pantai Bawana, ada kejadian yang cukup seru yakni ada belasan warga dan pemuda setempat yang berlari mengejar bus kami untuk menumpang hingga pantai Bawana.
Rupanya mereka inilah jasa untuk mengantarkan wisatawan turun kebawah pantai Bawana.
Pantai Batu cicin atau pantai Bawana sendiri sudah menjadi icon kawasan Sumba Barat Daya. Pantai ini terletak di wilayah kodi yang merupakan bagian dari kecamatan kabupaten SBD NTT.
Nah ciri khas dari pantai ini adalah adanya 1 buah tebing bolong yang cukup besar, tepat diantara pinggir pantai sehingga membuatnya seperti gerbang menuju kedua belah sisi pantai.
Hamparan pasir putih yang membesar cukup luas dan deburan ombak yang membelah laut biru membuat siapapun yang datang kesini akan takjub dan terkesima dengan keindahanya.
Pemandangan luas dari kedua sisi pantai membuat saya sendiri tak henti hentinya mengabadikan momet keindahan disetiap penjuru pantai.
Oh ya, Waktu terbaik menyaksikan hamparan pasir dan ombak mulai surut adalah pukul 10.00 – 15.30 sore mengingat saat terlalu pagi dan terlalu sore air sudah mulai pasang dan kita tidak dianjurkan untuk turun kebawah atau ke gerban batu bolong.
Satu hal yang perlu kamu ingat bila kepantai ini. Jangan lupa siapkan kesabaran yang tinggi menghadapi warga-warga lokal yang bias dibilang sedikit mengerikan.
Pasalanya kita diharuskan membawa 1 orang guide atau pemandu yang akan menemani kita turun kebawah. Padahal kita ber 20 maka kita baw 20 warga. Kebayang kan ramainya seperti apa.
Satu lagi setiap orang yang menemani kita turun maka kita harus membayarnya sebesar 10.000 – 50 Ribu. Padahal diperjanjian awal cukup 10 ribu saja namun nyatanya parang atau golok yang sering mereka bawa semacam menjadi senjata agar kita memberikan apa yang dia minta.
Akh sayang pantai seindah ini harus dinodai dengan masyarakat yang tak sadar akan wisata.
Melihat Budaya Sumba di Kampung Adat Ranteggaro
Mengingat masih ada 1 destinasi lagi dihari pertama maka kita bergegas keluar dari zona menegangkan tersebut menuju kampong adat Ratenggaro yang juga masih berada dikawasan Kodi SBD.
Dari pantai Bawana dibutuhkan waktu 1.5 jam untuk tiba di kampong adat Rantenggaro. Dikampung adat inilah kami kembali dibuat takjub oleh keindahan bangunan dan bentuk rumahnya.
Kampung adat ini memiliki rumah tinggi yang menjulang keatas. Banyak warga yang menghabiskan waktunya sehari-hari untuk menenun kain, bertani dan berkebun.
Sebelum masuk dan mengeksplore keliling kampung, kita harus menghadap kepada ketua adat terlebih dahulu dan meminta izin untu berfoto dan melihat perkampungan tersebut. Setelah diizinkan barulah kami berburu spot foto kesegala penjuru.
Menikmati keindahan kampung adat Ranteggaro bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya saja berkeliling kampung dengan naik kuda, mencoba kain adat hasil tenunan warga hingga bercengkrama dengan penduduk setempat.
Kampung ini masih sangat tradisional bahkan kehidupanya juga tak seperti seperti pernah terjamah moderenisasi.
Kampung adat Ranteggaro ini memang masih terkenal dengan budayanya yang kental dan sedikit masih mistis.
Legenda setempat yang mengatakan pernah ada pernikahan manusia dan buaya membuat semua tamu yang datang agar tetap menjaga ucapanya maupun sikapnya terlebih saat ingin berkeliling kampung atau bila ingin menuju kawasan muara sungai yang ada dibawah perkampungan.
Hari sudah mulai sore dan sunset juga mulai terlihat yang artinya kami harus segera pergi meninggalkan kampung cantik tersebut. Setelah berpamitan kepada warga setempat bus yang kami tumpangi kembali membawa kita ke kota Tambolaka.
Oh ya sebelum balik ke hotel kami diundang lagi oleh keluarga bang Gery untuk menyantap makan malam dengan makanan khas sumba dengan sambal pedasnya yang memelekan mata.
Malam itu terasa amat sempurna setelah semua kembali bersitirahat di hotel dan tertidur lelap dikamar hotel ber Ac. Apalagi ditanah sumba cuaca yang panas dan gerah akan sering kita jumpai.
Bersambung ke liputan Eksplore sumba part #2 bagian ke-2 baca selengkapnya disini : Liputan Trip Sharecost Sumba Part #2 – Bagian ke 2
Views: 2136