Bau amis yang menyengat dan jalanan becek khas pasar ikan menyambut kami saat tiba di Muara Kamal, beberapa dari kami langsung menutup hidung berharap tidak terlalu banyak mencium aroma tidak sedap tersebut. Bising suara pedagang dan klakson motor serta deru mesin pesawat yang akan mendarat bergantian menghias irama pagi. Kehidupan pagi pasar Muara Kamal inilah yang kami jumpai saat akan menuju pelabuhan untuk menyeberang ke Kepulauan Seribu.
Kami bergegas menuju sebuah masjid di tengah pemukiman yang dijadikan titik kumpul rombongan. Kami tiba pukul 08.00 pagi setelah sebelumnya melewati perjalanan yang cukup jauh. Untuk menuju pelabuhan Muara Kamal, aku dan beberapa teman menggunakan bus Transjakarta dan turun di halte Rawa Buaya. Keluar halte lalu menyeberang maka akan kita jumpai banyak mobil carry omprengan yang akan mengantar kita ke pasar Muara Kamal dengan tarif sebesar Rp. 7.000. Pagi itu aku bergabung dengan banyak orang lainnya untuk mengikuti sebuah perjalanan wisata ke tiga pulau yang merupakan bagian dari gugusan pulau di Kepulauan Seribu, yaitu Pulau Kelor, Pulau Cipir dan Pulau Onrust.
Pulau pertama yang kami singgahi adalah Pulau Kelor, pulau yang unik karena terdapat sebuah benteng cantik peninggalan Belanda. Pulau Kelor sempat ngehitz karena dulu ada pasangan selebritis menikah di pulau ini. Jika kita mengunjungi pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu dan berangkat dari pelabuhan Muara Angke, maka kita akan bisa melihat Pulau Kelor dan bentengnya dari kejauhan. Benteng yang ada di Pulau Kelor itu bernama Benteng Martello, yang tersisa saat ini hanyalah bagian menara benteng yang besar, kokoh dan berbentuk bulat. Perilaku pengunjung yang menaiki jendela-jendela benteng untuk berfoto sangat disayangkan, padahal larangan untuk menaiki benteng terpasang dengan jelas disana. Sepertinya butuh waktu lebih lama serta usaha lebih keras lagi untuk membuat masyarakat sadar dan dapat memperlakukan benda peninggal sejarah dengan baik.
Dari Pulau Kelor kami menuju Pulau Cipir yang jaraknya tidak terlalu jauh. Di pulau ini kita akan bisa melihat reruntuhan bangunan yang pada tahun 1911 berfungsi sebagai tempat karantina dan rumah sakit bagi jemaah haji yang baru pulang dari Mekah. Menurutku pulau Cipir lebih luas dari pada Pulau Kelor, di Pulau Cipir juga lebih banyak pepohon sehingga udaranya terasa lebih sejuk. Di salah satu sisi pulau terdapat reruntuhan bangunan yang dahulu merupakan jembatan penghubung antara Pulau Cipir dan Pulau Onrust. Menurut cerita seorang teman, jika air laut sedang surut maka kita akan bisa melihat reruntuhan jembatan tersebut.
Pulau terakhir yang kami singgahi hari itu adalah Pulau Onrust. Pulau ini memang lebih ramai dibandingkan dua pulau sebelumnya, fasilitas yang ada di pulau ini pun lebih lengkap seperti Museum, musholla, toilet, hingga warung makan yang menyediakan menu ikan bakar dan air kelapa muda. Kami melepas lelah dengan santap siang dan bermain aneka permainan di pulau ini, setelah sebelumnya menelusuri sudut-sudut Pulau Onrust yang dipandu oleh seorang pemandu.
Views: 429