Kisah Relawan Sulteng Bagian 1

Kisah Perjalanan Menjadi Relawan Di Sulawesi Tengah

Alhamdulillah, masih diberikan kesempatan untuk mengambil peluang pahala-Nya. Setelah mengalami berbagai macam drama, akhirnya saya diberangkatkan juga untuk menjadi relawan di Sulawesi Tengah. Kali ini melalui salah satu lembaga kemanusiaan yang mempunyai program bernama : Kapal Kemanusiaan Palu-Donggala (KKPD).

Perjalanan kali ini sedikit berbeda. Berangkat dengan tim dari Sumatera Barat yang hanya berjumlah lima orang saja (yang 1 lagi menunggu di Jakarta) dan masing-masing belum pernah kenal sebelumnya. Kemudian nantinya juga berbaur dengan tim dari berbagai daerah dan mencoba mengikuti alur yang ada. Ini berkah, Allah masih sayang maka dikabulkan-Nya.

Relawan KKPD
Foto oleh: @mri_sumbar
Persiapan Keberangkatan

15 November 2018, petualangan ini dimulai 😎 Pukul 08.00 Wib, kami menuju Jakarta dengan pesawat terbang. Dilanjutkan sekitar pukul 10.00 Wib, langsung ke Pelabuhan Tanjung Priuk dengan taksi online.

Setelah makan siang, prosesi pelepasan diadakan. Kemudian dilakukan pendataaan ulang relawan. Hampir dari seluruh perwakilan daerah hadir. Terdatalah yang berangkat berjumlah 82 orang. Dari semuanya, ternyata hanya 3 orang relawan perempuan: 2 dari Sumatera Barat dan 1 dari Jakarta.

Euforia tak hanya sampai disana. Kita lanjut membawa barang ke kapal dan menuju lokasi tidur yang sudah ditentukan panitia. Area perempuan berada di sudut dan diberi batas kain sarung (pinjaman dari salah satu peserta laki-laki), untuk menjaga privasi.

Relawan KKPD
Foto oleh: @marero_adiachmad

Selanjutnya kita pembagian kelompok, kembali turun kapal ke area pelabuhan. Saya tergabung dalam kelompok 4. “Masuk pak eekoooooo“, adalah taglinenya. Kami berjumlah 10 orang dengan berbagai basic keahlian dan umur. Berada 1 diantara banyak anak lajang dan bapak-bapak cukup membuat canggung saat itu.

Foto oleh: @winazulfani

Kapal sudah mengangkat jangkar dan siap berlayar. Perkiraan, 4 hari sudah sampai di Sulawesi Tengah. Oya, kapal yang kami tumpangi ini adalah KMP. DRAJAT PACIRAN.

Baca juga: Kisah Relawan Sulteng Bagian 2

Di kapal ini juga membawa bantuan logistik seberat 750 ton, yang terdiri dari berbagai jenis bantuan mendesak seperti bahan pangan dan air mineral, keperluan sandang dan selimut, tenda darurat, genset, serta kebutuhan sanitasi. Bantuan logistik tersebut sebelumnya dihimpun di Indonesia Humanitarian Center (IHC) ACT di Gunung Sindur, Kab. Bogor.

Foto oleh: @marero_adiachmad
Selama di Atas Kapal

Aktifitas di dalam kapal apa saja? Sholat berjamaah, kultum, senam pagi, makan bersama, materi, nobar atau bercengkrama dengan relawan lain. Begitulah setiap harinya. 

Dua hari berlalu, relawan masih bersemangat. Dan ternyata…jreng jreng jreng…kami masih di Jakarta 😑😥 Posisi kapal hanya berjarak 2 kilo dari daratan (pelabuhan). Kata ABK, menunggu bahan bakar yang tak kunjung datang. Kekhawatiran muncul, bahwa akan habisnya masa tanggap darurat bencana saat kami sampai di tujuan.

Tak lama setelah muncul keriuhan itu, akhirnya kapal bahan bakar yang ditunggu datang. Proses pengisiannyapun cukup memakan waktu. “Akhirnya kita akan benar-benar berlayar”, ucap salah satu rekan sekelompok.

Aktifitas tetap berjalan seperti biasa. Bedanya, sudah terasa kapal bergoyang ke arah kiri dan kanan.

Foto oleh: @wawankimiawan
Masih di Kapal

Hari ke 3 dan 4 sudah mulai muncul rasa bosan. Jaringan seluler juga tidak ada. Aktifitas monoton itu-itu saja.

Sudah mulai banyak relawan yang oleng dan mabuk laut. Wastafel di toilet wanita penuh dengan muntah. Hahaha itu adalah muntah dari relawan laki-laki. Bahkan ada relawan yang hanya memilih tidur dan minum obat, agar tidak mabuk dan membuatnya semakin lemas.

Di area perempuan, asupan makanan selalu tersedia. Diletakkan oleh salah satu peserta laki-laki, yang juga rutin mengecek keadaan kami ber 3. Sudah seperti warung, hingga banyak juga yang datang hanya untuk mengambil makanan.

2 perempuan lain sudah mulai mabuk laut, sedangkan saya tidur dikarenakan disminore. Kondisi itu membuat lemas, keringat dingin, dan tensi rendah.

Eit, jangan ditanya kalau mau ke toilet. Bisa berlari malah, seperti orang sehat. Tapi setelah keluar dari toilet, bakal lemas lagi 😅🙈

Hari ke 5, kapal semakin terasa terombang-ambing. Sekali ada jaringan seluler, group WhatsApp tim relawan kapal langsung heboh. Saya langsung saja mengabari kondisi terakhir ke keluarga. Sebab jaringan itu tak kan bertahan lama.

Melihat ke kaca kapal, tampaknya kami sudah berada di tengah laut dengan ombak yang cukup besar. Muncul pikiran-pikiran aneh. Bagaimana kalau kapal ini tenggelam? Bisa tidak ya menyelamatkan diri? Siapa ya yang bakal bantu saya nanti?

Untuk berjalan menuju mushola kapal saja, sudah tak lurus lagi. Harus berpegangan. Semakin hari, semakin sedikit relawan yang rutin melakukan aktifitas hariannya. Ketua tim pun akhirnya memaklumi.

Foto oleh: @winazulfani

Hari terakhir di kapal, jaringan sudah ada. Daratan juga sudah tampak. Relawan yang dari kemarin memilih lebih banyak beraktifitas di tempat tidurnya, hari itu dengan semangat kembali berkumpul. Foto bersama tak lupa dilakukan sebelum turun kapal.

Tak terasa sudah terhitung seminggu. Banyak kenal orang baru? belum, hanya tau wajahnya saja. Bahkan ada yang hanya berani say hy via online. Ya, beginilah kami.

Note: Mohon maaf yang sebesar-sebesarnya jika terdapat kesalahan pada foto, waktu, dan yang lainnya.

Terima kasih banyak untuk semua relawan KKPD, yang telah menjadi bagian dalam cerita singkat ini. Semoga lelah, menjadi lillah

Hits: 320

Wina Zulfani

Masalah terbesar kita cuma satu: meninggal tapi tidak masuk Surga.

Baca Artikel Lainnya